News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Rahayu Saraswati: Jangan Mengatakan RUU PKS Adalah Isu Perempuan

Penulis: Shella Latifa A
Editor: Gigih
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Rahayu Saraswati sampaikan untuk jangan mengatakan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual adalah isu perempuan, lewat webinar LBH APIK Jakarta bertema Perempuan dan Tantangannya dalam Pusaran Politi di Indonesia Melawan Stigma dan Pelecehan Seksual, Kamis (27/11/2020). (YouTube LBH APIK Jakarta)

TRIBUNNEWS.COM - Politikus perempuan sekaligus Calon Wakil Wali Kota Tangerang Selatan Rahayu Saraswati angkat suara soal RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).

Rahayu menyampaikan RUU PKS bukan isu perempuan melainkan perlindungan korban kekerasan seksual.

Diketahui, sebelumnya Rahayu termasuk satu di antara dalam panitia kerja yang membahas RUU PKS ini.

Hal ini disampaikannya dalam webinar diskusi bertema "Perempuan dan Tantangannya dalam Pusaran Politik di Indonesia: Melawan Stigma dan Pelecehan Seksual", Kamis (27/11/2020).

Diskusi ini diadakan oleh Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Jakarta.

Baca juga: Fraksi NasDem dan Gerindra Dorong RUU PKS Hingga Masyarakat Hukum Adat Masuk Prolegnas 2021

Baca juga: DPR Diminta Segera Sahkan RUU PKS Oleh Kementerian PPPA, Sebut bisa Menjadi Terobosan Hukum

"Jangan mengatakan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual adalah isu perempuan,"

"Karena yang kita berikan di dalam RUU PKS adalah perlindungan untuk semua korban kekerasan seksual, termasuk laki-laki," tegasnya.

Rahayu menyampaikan sedikit tentang pengambilan keputusan pada kursi DPR terkait RUU PKS ini.

"Walaupun fraksinya menyatakan mendukung, tapi selama yang di panitia kerja itu tidak mendukung." 

"RUU itu, tidak akan maju," jelasnya.

Menurutnya, RUU PKS ini akan sangat sulit terwujud bila tidak melibatkan tokoh agama dalam pembahasannya.

Baca juga: NasDem Kembali Usulkan RUU PKS Masuk Prolegnas Prioritas 2021

Baca juga: Komnas Perempuan Desak DPR Tetapkan RUU PKS sebagai Prolegnas Prioritas 2021: Wujudkan Hak Korban

"Simpelnya, selama itu (RUU PKS) tidak diskusikan dan tidak membahas itu."

"Tokoh agama tidak dilibatkan untuk ikut serta membahas ini, akan sangat sulit," tegasnya.

"Kalau dari perspektif agama, masih banyak yang menolak RUU, ini enggak akan selesai, saya sangat pesimis," lanjutnya.

Ia menambahkan Indonesia merupakan kategori negara yang dimana hukum dan agama tidak dipisahkan.

Baca juga: AI Bakal Serahkan 3352 Surat Desakan Pengesahan RUU PKS untuk DPR

Baca juga: Ini 5 Fraksi yang Tolak Kelanjutan Pembahasan RUU Ketahanan Keluarga 

Rahayu Saraswati sampaikan untuk jangan mengatakan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual adalah isu perempuan, lewat webinar LBH APIK Jakarta bertema "Perempuan dan Tantangannya dalam Pusaran Politi di Indonesia Melawan Stigma dan Pelecehan Seksual", Kamis (27/11/2020). (YouTube LBH APIK Jakarta)

"Lagi, lagi Indonesia adalah negara yang tidak memisahkan antara agama dengan hukum,"

"Karena itu sudah konstitusi yang berdasarkan Pancasila berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa," jelasnya.

Dikutip dari Kompas.com, Komisi VIII DPR mengusulkan agar RUU PKS dikeluarkan dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020.

Wakil Ketua Komisi VIII Marwan Dasopang mengatakan, pembahasan RUU PKS sulit dilakukan saat ini.

Baca juga: DPR RI Didesak Jaringan Masyarakat Sipil Indonesia Timur untuk Prioritaskan RUU PKS

Baca juga: LBH APIK Jakarta Kritik Polisi Tempatkan Millen di Sel Pria: Dia Punya Hak Bebas dari Penyiksaan

RUU PKS merupakan RUU inisiatif DPR.

"Kami menarik RUU Penghapusan Kekerasan Seksual."

"Karena pembahasannya agak sulit," ujar Marwan dalam rapat bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR, Selasa (30/6/2020).

Dihubungi seusai rapat, Marwan menjelaskan, kesulitan yang dimaksud dikarenakan lobi-lobi fraksi dengan seluruh fraksi di Komisi VIII menemui jalan buntu.

Baca juga: Kekerasan Terhadap Perempuan Meningkat Selama Pandemi, LBH APIK Jakarta Soroti Minimnya Rumah Aman

Marwan mengatakan, sejak periode lalu pembahasan RUU PKS masih terbentur soal judul dan definisi kekerasan seksual.

Selain itu, aturan mengenai pemidanaan masih menjadi perdebatan. Usulan ini sontak mendapat kritik dari berbagai pihak.

Komisioner Komnas Perempuan Bahrul Fuad menyesalkan sikap Komisi VIII tersebut.

Menurut Fuad, DPR tidak memiliki komitmen politik yang cukup kuat untuk memberikan kepastian hukum bagi korban-korban kekerasan seksual.

"Kesulitan pembahasan menurut kami dikarenakan tidak adanya political will untuk memberikan keadilan bagi korban," kata Fuad saat dihubungi, Rabu (1/7/2020).

(Tribunnews.com/Shella),(Kompas.com/Achmad Nasrudin Yahya)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini