Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelaksaan Pilkada Serentak 2020 masih menimbulkan pro dan kontra.
Alasannya, hingga saat ini, pandemi Covid-19 masih melanda Tanah Air.
Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Sirojuddin Abbas mengatakan, semuanya harus berbasis data.
Bagaimana keinginan publik terkait Pilkada 2020 ini.
Baca juga: Putra Amien Rais Dukung Anak Sulung Joko Widodo di Pilkada Solo, Gibran Rakabuming: Tambah Semangat
"SMRC sudah melakukan sejumlah survei nasional yang diantaranya mengungkap soal terkait Pilkada 2020. Ada tiga catatan dari temuan survei nasional. Pertama mayoritas publik nasional masih ingin Pilkada serentak 2020 tetap dilaksanakan ketimbang yang ingin menunda," kata Sirojuddin Abbas saat dikonfirmasi Tribunnews, Sabtu (28/11/2020).
Kedua, menurut Abbas, memang ada kekhawatiran masyarakat Pilkada menjadi sumber Covid-19.
"Tapi tidak menghambat mereka berpartisipasi," jelasnya.
Baca juga: Waspada Risiko Ledakan Kasus Covid-19 Bulan Desember, Epidemiolog: Ada Pilkada dan Libur Akhir Tahun
Alasan ketiga, lanjut Sirojudin, adalah mayoritas warga, sekitar 52 persen dari yang tahu akan ada pilkada serentak atau sekitar 41 persen dari populasi nasional, mengetahui daerahnya akan melaksanakan Pilkada.
"Sebanyak 92 persen dari warga yang tahu akan ada pilkada di daerahnya mengaku akan ikut memilih," ujarnya.
Menurut Abbas, dari tiga temuan tersebut ada pesan penting khususnya kepada penyelanggara, yakni semua proses harus dilakukan dengan protokol kesehatan yang ketat.
Baca juga: Mumtaz Rais Ungkap Alasannya Mendukung Gibran pada Pilkada Solo 2020
"Mulai dari proses kampanye, pemungutan suara, itu bisa dilaksanakan dengan mematuhi protokol kesehatan ketat," tutur Abbas.
Ia pun memandang, sejauh ini baik info dari Satgas Covid-19, Pemda, KPU, maupun Bawaslu sudah cukup ketat menerapkan protokol kesehatan saat masa kampanye.
Meski tak dipungkiri diawal masih ada banyak pelanggaran.