TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang mendalami keterlibatan Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin dalam kasus dugaan suap perizinan ekspor benih lobster atau benur yang melibatkan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
Terlebih Ngabalin merupakan pembina di Kementerian Kelautan dan Perikanan yang juga berada dalam satu rombongan dengan Edhy saat kunjungan kerja ke Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat.
Edhy ditangkap KPK pada Rabu (25/11/2020) setibanya di Bandara Soekarno-Hatta dari Hawaii.
Ngabalin yang satu rombongan dengan Edhy tidak ikut dibawa KPK untuk dimintai keterangan.
"Misalnya nanti ada tracing aliran dana ada porsi-porsi tertentu yang masuk dan itu boleh dikatakan rutin, ya kita wajib pertanyakan," ujar Deputi Penindakan KPK Karyoto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (1/12/2020).
Baca juga: Satu Rombongan, Kenapa Ngabalin Tidak Ikut Terjaring saat OTT Edhy Prabowo? Ini Kata Novel Baswedan
Karyoto berujar, pihaknya saat ini masih mendalami pihak-pihak lain yang terlibat dalam kasus dugaan suap izin ekaportir benih lobster.
KPK masih mendalami bukti-bukti dalam kasus ini.
"Tapi selama ini kami sedang mengumpulkan bukti-bukti apakah ada ke situ atau tidak," kata Karyoto.
Kendati demikian, Karyoto menyatakan meski Ngabalin juga berada satu rombongan dengan Edhy, tidak otomatis membuatnya turut terlibat dalam kasus ini.
Hal ini masih butuh pendalaman oleh penyidik KPK.
"Mungkin juga beliau disitu sebagai staf atau penasihat, memberikan mau studi banding ke Amerika yang mungkin ada kaitannya dalam arti pekerjaan untuk studi banding," kata Karyoto.
Dalam perkara ini KPK menetapkan total tujuh orang sebagai tersangka.
Enam orang sebagai penerima suap yakni Edhy Prabowo, Stafsus Menteri KP Safri dan Andreau Pribadi Misata; Pengurus PT ACK, Siswadi; staf istri Menteri KP, Ainul Faqih; dan Amiril Mukminin (swasta).
Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan pihak pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito.
Ia disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.