News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

UU Cipta Kerja

Amnesty International Indonesia Verifikasi 51 Video Insiden Kekerasan Saat Demo Tolak UU Ciptaker

Penulis: Gita Irawan
Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Usman Hamid

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan pihaknya telah memverifikasi 51 video yang menggambarkan 43 insiden kekerasan oleh polisi saat unjuk rasa menolak Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law) di berbagai daerah di Indonesia. 

Usman mengatakan dalam proses tersebut pihaknya bekerja sama dengan Crisis Evidance Lab dan Digital Verificatioan Corps Amnesty International. 

Insiden kekerasan dalam video tersebut terjadi dalam kurun 6 Oktober hingga 10 November 2020.

Baca juga: RUU Wabah dan Omnibus Law Sektor Keuangan Diusulkan Jadi Prolegnas Prioritas 2021

Sejumlah video juga diunggah bersama peta sebaran insiden kekerasan di Indonesia di laman resmi Amnesty International Indonesia.

Usman mengatakan hasil verifikasi tersebut menunjukkan polisi di berbagai Indonesia telah melakukan pelanggaran HAM yang sangat mengkhawatirkan.

Baca juga: Amnesty Internasional Surati Menlu AS Terkait Pemberian Visa kepada Prabowo Subianto

Untuk itu ia meminta pihak berwenang di Indonesia segera menyelidiki kasus penggunaan kekerasan yang tidak sah oleh polisi yang terjadi saat aksi menolak Omnibus Law Cipta Kerja secara mandiri, netral dan efektif.

Ketika para pengunjuk rasa berdemo menuntut pembatalan undang-undang di berbagai kota, Usman menyayangkan sebagian dari mereka justru direspon dengan kekerasan termasuk pemukulan, penyiksaan, dan perlakuan lain yang menunjukkan pelecehan terhadap kebebasan untuk mereka berkumpul dan menyatakan pendapat.

Hal tersebut disampaikan Usman dalam Peluncuran Laporan Bukti Kekerasan Polisi Selama Aksi Tolak Omnibus Law di kanal Youtube Amnesty International Indonesia pada Rabu (2/12/2020).

"Ada banyak sekali video yang kami terima dan juga menunjukkan kesaksian terhadap kekerasan polisi yang saat itu terjadi dalam demonstrasi menentang undang-Undang Omnibus. Ini Insiden yang mengingatkan kita pada brutalitas aparat keamanan kepada mahasiswa di tahun 98 sampai 99 di masa-masa akhir presiden otoriter Soeharto," kata Usman. 

Berdasarkan video-video dan keterangan uang dihimlun tersebut Usman mengatakan setidaknya ada empat pola kekerasan yang dilakukan polisi. 

Pertama adalah penggunaan alat yang tidaj tepat di antaranya bambu, kayu, dan lainnya. 

Kedua adalah penggunaan gas air mata dan water canon yang tidak tepat dalam pembubaran aksi terkait perintah pembubaran dan waktu yang diberikan kepada pengunjuk rasa untuk bubar. 

Ketiga adalah penahanan incommunicado atau menutup akses komunikasi dari dunia luar. 

Keempat adalah bentuk penyiksaan yang dinilai tidak manusiawi dan merendahkan martabat di antaranya ditelanjangi dan dipaksa berbaring di bawah matahari. 

Padahal, kata Usman, Indonesia adalah negara yang mendukung Konvensi PBB yang Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia (UNCAT) dan larangan penyiksaan diatur dalam Konstitusi negara ini. 

Selain itu, kata dia, ada juga larangan mutlak atas penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan martabat menurut hukum kebiasaan internasional.

"Insiden-insiden seperti ini menunjukkan kegagalan dalam melindungi masyarakat dan juga menjaga standard internasional dalam tugas-tugas kepolisian. Kami percaya bahwa kekerasan tidak boleh digunakan untuk menghukum mereka yang dituduh atau diduga tidak patuh terhadap kebijakan pemerintah atau hanya mengekspresikan kebebasan berkumpul," kata Usman. 

Sebelumnya, kata Usman, pemantauan yang dilakukan oleh Amnesty International Indonesia mendokumentasikan setidaknya 402 korban kekerasan polisi di 15 provinsi selama aksi tersebut. 

Amnesty International Indonesia juga mencatat sebanyak 6.658 orang ditangkap di 21 provinsi. 

Berdasarkan laporan dari tim advokasi gabungan, sebanyak 300 di antara mereka ditahan dengan jangka waktu yang berbeda-beda termasuk 18 jurnalis yang kini telah dibebaskan.

Berdasarkan data pemantauan Amnesty International Indonesia juga menunjukkan protes daring Omnibus Cipta Kerja juga ditanggapi dengan intimidasi. 

Sepanjang 7 sampai 20 Oktober 2020 tercatat 18 orang di tujuh provinsi dijadikan tersangka karena dituduh melanggar UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). 

Namun, berdasarkan catatan Amnesty International Indonesia belum ada satu pun dari mereka yang divonis.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini