Kepada Majelis Hakim dan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Prasetijo bercerita bahwa uang itu diberikan Tommy di dalam mobil. Awalnya, Tommy meminta
Prasetijo menemaninya bertemu Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte.
Namun, sesampai di ruangan kerja Napoleon yang berlokasi di lantai 11, mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional itu tak ada di tempat. Tommy pun mengajak Prasetijo kembali turun.
”Ketika turun dan kemudian mau berpisah, saya diminta masuk ke mobil beliau. 'Bro, bro, masuk aja dulu itu kan hujan, sekalian gue anter lo',” ucap Prasetijo saat bersaksi dalam sidang tersebut. Prasetijo hadir di sidang itu sebagai saksi untuk Tommy Sumardi.
”Lalu?” tanya hakim. Prasetijo kemudian menuturkan bahwa Tommy memberikannya dua gepok uang pecahan dolar AS. ”Uang untuk lo, uang persahabatan,” ucap Prasetijo meniru pernyataan Tommy.
Ia mengatakan, uang itu diberikan Tommy lantaran Prasetijo pernah membantu urusan keluarganya. ”Tadi kan ada dua ikat, masing-masing 10 ribu
dollar AS? Anda terima?” tanya hakim.
”Saya terima, yang mulia,” jawab Prasetijo.
Prasetijo menegaskan dirinya hanya menerima USD 20 ribu. Dia mengaku tidak menerima uang selain itu.
”Enggak ada (penerimaan lain), hanya itu saja,” kata dia.
Dalam perkara penghapusan red notice ini, Kepolisian RI telah menetapkan empat orang sebagai tersangka.
Mereka adalah Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte dan Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo sebagai penerima suap.
Sedangkan pengusaha Tommy Sumardi dan Djoko Tjandra sebagai tersangka pemberi suap.
Dalam praktiknya, Tommy yang merupakan rekan Djoko Tjandra memberi uang kepada mantan Kadiv Hubinter Polri, Irjen Napoleon Bonaparte sebesar 270 ribu dollar Amerika dan 200 ribu dollar Singapura.
Uang tersebut dari terpidana kasus hak tagih Bank Bali Djoko Soegiarto Tjandra.
Suap itu ditujukan agar nama Djoko Tjandra dihapus dalam red notice atau Daftar Pencarian Orang Interpol Polri.