TRIBUNNEWS.COM - Menteri Sosial, Juliari P Batubara (JPB), telah mendapat 'keuntungan' sebesar Rp 17 miliar dari pengadaan bantuan sosial (bansos) penanganan Covid-19.
Rincian dari total tersebut adalah, Juliari Batubara diduga telah menerima fee senilai Rp 8,2 miliar saat pelaksanaan bansos sembako periode pertama.
Dikutip Tribunnews dari Kompas.com, fee tersebut didapat dari pembagian Rp 12 miliar secara tunai oleh PPK Kemensos, Matheus Joko Santoso (MJS), melalui AW.
"Diduga diterima fee Rp 12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh MJS kepada JPB melalui AW dengan nilai sekitar Rp 8,2 miliar," terang Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, Minggu (6/12/2020) dini hari, saat memimpin konferensi pers.
Setelahnya, Juliari Batubara kembali menerima fee sekitar Rp 8,8 miliar dari pelaksanaan bansos sembako periode kedua.
Baca juga: Setelah Edhy Prabowo, Kini Mensos Juliari Batubara Jadi Tersangka Kasus Suap Bansos Covid-19
Baca juga: Ditetapkan Tersangka KPK, Terkuak Mensos Juliari P Batubara Cuma Punya Satu Mobil
Total, Juliari telah mendapat 'untung' sebesar Rp 17 miliar dari program pengadaan bansos untuk Covid-19.
Diduga uang tersebut dipakai untuk keperluan pribadi Juliari.
"Itu juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan JPB," ujar Firli.
Dalam kasus dugaan suap pengadaan bansos penanganan Covid-19 ini, KPK telah menetapkan lima orang tersangka.
Mereka adalah Juliari Batubara, Matheus Joko Santoso, AW, Ardian I M (AIM), dan Harry Sidabuke (HS).
“KPK menetapkan lima orang tersangka. Sebagai penerima JPB, MJS dan AW. Kemudian sebagai pemberi AIM dan HS,” ungkap Firli Bahuri, dilansir Kompas.com.
Ardian I M dan Harry Sidabuke diketahui merupakan pihak swasta.
Sementara Matheus Joko Santoso dan AW adalah pejabat pembuat komitmen di Kemensos.
Dalam kasus ini, Juliari dikenai Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sedangkan Matheus Joko Santoso dan AW disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Baca juga: Detik-detik Penangkapan Mensos Juliari Batubara, 35 Menit Usai Ditetapkan Jadi Tersangka Tiba di KPK
Baca juga: Mensos Juliari P Batubara Tersangka Suap Bansos Covid-19, KPK Rilis Barang Bukti Uang Rp 14,5 Miliar
Sementara Ardian I M dan Harry Sidabuke disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Juliari Batubara Terancam Hukuman Mati
Ketua KPK, Firli Bahuri, menerangkan Juliari Batubara bisa terancam hukuman mati jika ia terbukti melanggar Pasal 2 UU 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Ya, kita paham bahwa di dalam ketentuan UU 31 tahun 99 pasal 2 yaitu barang siapa yang telah melakukan perbuatan dengan sengaja memperkaya diri atau orang lain, melawan hukum yang menyebabkan kerugian keuangan negara di ayat 2 memang ada ancaman hukuman mati," beber Firli, Minggu dini hari, dilansir Tribunnews.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, sebelumnya pernah membahas mengenai siapa saja yang korupsi dana bencana bisa dihukum mati.
"Koruptor bisa dijatuhi hukuman mati kalau melakukan pengulangan atau melakukan korupsi saat ada bencana, nah itu sudah ada."
"Cuma kriteria bencana itu yang sekarang belum diluruskan."
"Nanti kalau itu mau diterapkan tidak perlu ada undang-undang baru, karena perangkat hukum yang tersedia sudah ada," terang Mahfud MD pada Desember 2018 lalu, dilansir Tribunnews.
Diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menetapkan pandemi Covid-19 sebagai bencana non-alam.
Mengutip setkab.go.id, hal ini tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Baca juga: KPK Tetapkan Mensos Juliari P Batubara Tersangka Suap Dana Bansos Covid-19 Jabodetabek
Baca juga: KPK Sebut Uang Suap untuk Keperluan Pribadi Mensos Juliari, Dipindahkan dari Rumah ke Apartemen
"Menyatakan bencana nonalam yang diakibatkan oleh penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) sebagai bencana nasional," bunyi Diktum KESATU pada Keppres tersebut.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Ilham Rian Pratama/Mohay, Kompas.com/Nicholas Ryan Aditya/Dian Erika Nugraheny)