Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari menilai hasil Pilkada Kota Medan 2020 tidak akan diwarnai gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut dia ada dua faktor yang mendasari Pilkada Kota Medan tdiak akan diwarnai gugatan ke MK.
“Pertama selisih suara antara Bobby–Aulia dan Akhyar-Salman mencapai sekitar 8 persen. Sementara Peraturan MK Nomor 6 Tahun 2020 menyebutkan gugatan pilkada Kabupaten/Kota bisa dilakukan jika selisih persentase perolehan suara antara 0,5 persen sampai dengan 2 persen tergantung jumlah penduduk,” ujar Qodari dalam keterangannya, Jakarta, Minggu (13/12/2020).
Qodari menambahkan, selisih 8 persen tersebut didasarkan pada hasil quick real count oleh Indo Barometer yang menunjukan pasangan Bobby Nasution–Aulia Rahman sebesar 398.356 suara atau (54,11 persen) dibanding dengan Akhyar Salman 337.806 suara (45,89 persen), posisi data masuk sebesar 98,84 persen.
Baca juga: Hasil Pilkada Sumut 13 Desember: 3 Paslon Menang Lawan Kotak Kosong, Bobby Raih 53,9% di Medan
Sebagai perbandingan, data Sirekap KPU menunjukan posisi data masuk 75,04 persen dimana Pasangan Bobby-Aulia mendapat 53,9 persen dan Akhyar–Salman mendapat 46,1 persen.
Menurutnya, jumlah penduduk Kota Medan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2019 sebanyak 2.264.145 penduduk.
Merujuk Lampiran V Peraturan MK Nomor 6 Tahun 2020 tentang Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan, untuk Pilkada Kota Medan selisihnya harus kurang atau sama dengan 0,5 persen dari total suara sah.
“Khusus Pemilihan Bupati/Wali Kota dengan jumlah lebih dari 1 juta jiwa, bisa mengajukan gugatan bila selisih perolehan suara paling banyak sebesar 0,5 persen dari total suara sah. Sedangkan selisih antara Bobby dan Akhyar mencapai 8 persen,” ungkapnya.
Baca juga: Hasil Pilkada Medan 2020 Terbaru 11 Desember 2020: Bobby-Aulia Unggul 52,4 %, Ini Rinciannya
Faktor kedua kata Qodari, pasangan calon nomor urut 1 Akhyar–Salman telah mengakui keunggulan penantangnya Bobby–Aulia lewat press conference yang diadakan di Posko pemenangan AMAN (Akhyar-Salman) di Jalan Sudirman, Medan (10/12/2020).
Pasangan nomor urut 1 tersebut mengakui tidak unggul dalam Pilkada tahun ini.
“Pengakuan terbuka ini merupakan indikasi bahwa paslon Akhyar-Salman tidak akan mengajukan sengketa ke MK. Pengakuan secara terbuka semacam ini biasanya di tempat lain menunjukan indikasi bahwa paslon yang kalah tidak akan melanjutkan proses di MK, apalagi selisihnya melebihi syarat yang diatur perundang-undangan,” ujar Qodari.
Baca juga: Tim SAR Medan Hentikan Pencarian Herman Asmen, Korban Banjir di Tanjung Selamat
Pada pernyataan terbuka tersebut, Akhyar juga menduga adanya "invisible hand" yang menyebabkan keunggulan Bobby-Aulia dalam Pilkada Kota Medan.
Namun, Akhyar tidak menjelaskan lebih detail apa yang di maksud sebagai "invisible hand" itu.
Menanggapi hal tersebut, Qodari melihat bahwa "invisible hand" yang disebut Akhyar tersebut adalah rakyat Medan itu sendiri.
“Karena siapa yang dipilh dalam pilkada di Kota Medan adalah hak prerogatif rakyat Medan itu sendiri untuk menentukan,” katanya.
Ini Syarat Mengajukan Gugatan Sengketa Pilkada ke MK
Berdasarkan Peraturan MK Nomor 6 Tahun 2020 tentang Tata Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi jika gugatan sengketa Pilkada yang diajukan ingin diproses MK.
Baca juga: Pilkada Tangsel, Data Masuk 99,67 Persen, Benyamin-Pilar Unggul versi Hitung Cepat Charta Politika
Di antaranya adalah syarat selisih suara.
Dalam Lampiran V Peraturan MK Nomor 6 Tahun 2020 itu dijelaskan mengenai persyaratan selisih suara yang bisa digugat ke MK.
Syarat gugatan pemilihan gubernur:
- Untuk provinsi dengan penduduk kurang dari 2 juta jiwa, gugatan bisa diajukan bila selisih perolehan suara paling banyak sebesar 2 persen dari total suara sah.
- Untuk provinsi dengan jumlah penduduk 2 juta-6 juta jiwa, gugatan bisa diajukan bila selisih perolehan suara paling banyak sebesar 1,5 persen dari total suara sah.
- Untuk provinsi dengan jumlah penduduk 6 juta-12 juta jiwa, gugatan bisa diajukan bila selisih perolehan suara paling banyak sebesar 1 persen dari total suara sah.
- Untuk provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12 juta jiwa, gugatan bisa diajukan bila selisih perolehan suara paling banyak sebesar 0,5 persen dari total suara sah.
Syarat gugatan pemilihan bupati/wali kota:
- Untuk kabupaten/kota dengan jumlah penduduk kurang dari 250 ribu jiwa, gugatan bisa diajukan bila selisih perolehan suara paling banyak sebesar 2 persen dari total suara sah.
- Untuk kabupaten/kota dengan jumlah penduduk 250 ribu jiwa-500 ribu jiwa, gugatan bisa diajukan bila selisih perolehan suara paling banyak sebesar 1,5 persen dari total suara sah.
- Untuk kabupaten/kota dengan jumlah penduduk 500 ribu jiwa- 1 juta jiwa, gugatan bisa diajukan bila selisih perolehan suara paling banyak sebesar 1 persen dari total suara sah.
- Untuk kabupaten/kota dengan jumlah lebih dari 1 juta jiwa, gugatan bisa diajukan bila selisih perolehan suara paling banyak sebesar 0,5 persen dari total suara sah.
Baca juga: Tingkat Kepatuhan Protokol Covid-19 Saat Pilkada 89 Persen Lebih, Doni Monardo: Jangan Kita Puas
Bila selisih suara di luar rentang perhitungan di atas, MK dipastikan tidak akan menerima permohonan gugatan yang diajukan oleh kontestan manapun.
MK sendiri hanya akan mengadili gugatan terkait perselisihan suara.
Hal itu sesuai dengan tugas dan wewenang MK yang diatur dalam UU Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang kemudian diubah dengan UU Nomor 8 tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-undang yaitu Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
Berdasarkan Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Tahapan, Kegiatan, dan Jadwal Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, pengajuan permohonan gugatan sengketa selisih suara Pilkada 2020 bisa dilakukan mulai 13 Desember 2020 hingga 5 Januari 2021 untuk pemilihan bupati/wali kota, dan mulai 16 Desember 2020 hingga 6 Januari 2021 untuk pemilihan gubernur.
Di luar gugatan terkait perselisihan suara, misalnya gugatan kecurangan pemilu, bisa diajukan lewat jalur non-MK, seperti Bawaslu, DKPP, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), atau pidana, yakni lewat Kepolisian.