TRIBUNNEWS.COM - Sosok guru Dodo, Local Heroes dari Ciamis, Jawa Barat ini menjadi sorotan.
Sang pahlawan tanpa tanda jasa satu ini tak mengalah pada pandemi Covid-19 yang masih merebak.
Belasan murid-murid guru Dodo di SD Negeri IV Darmacaang, Kecamatan Cikoneng Propvinsi Jawa Barat terpaksa belajar di rumah karena protokol kesehatan Covid-19.
Sudah berbulan-bulan guru Dodo tak bertatap muka dengan murid-muridnya di kelas.
Seperti diketahui, pemerintah sekarang mewajibkan proses belajar-mengajar dilakukan secara online (daring).
Baca juga: Reinventing Local Heroes (1): Dari Patih Serunai, Sungai Deli Sampai Manggrove Balikpapan
Baca juga: Profil Brigadir Nur Ali Suwandi, Termasuk 21 Local Heroes yang Dapat Penghargaan dari Tribun Network
Tetapi, beberapa murid guru Dodo yang tinggal di gunung kesulitan mengukuti pembelajaran online karena akses yang terbatas.
Pak Dodo pun menginisasi belajar ala Home Visit ke murid-murid yang tinggal di kawasan Gunung Sawal, Ciamis.
Dengan semangatnya, guru Dodo berjalan menembus lereng gunung dan tebing curam.
Melihat kegigihan dan dedikasi guru Dodo, ia pantas disebut sebagai Local Hero.
Berikut ini Tribunnews rangkum fakta-fakta guru Dodo yang dihimpun dari berbagai sumber:
Pak Dodo Mengajar Murid Kelas IV
Pak Dodo (53) telah lebih dari delapan bulan nyaris tak bertemu secara langsung dengan murid kelas IV SDN IV Darmacaang, Ciamis.
Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dihentikan sejak April 2020 kemarin.
Sudah berbulan-bulan SDN IV Darmacaang, Ciamis sepi.
Hanya guru yang masih rutin datang ke sekolah di hari kerja, tanpa riuh rendah tawa ceria murid-murid SDN IV Darmacaang, Ciamis.
KBM dilakukan secara online guna menghindari terjadinya penularan Covid-19.
Guru dan murid berkomunikasi lewat handphone (hape).
Otomatis, KBM dilakukan dengan online.
Pak Dodo menerangkan, jumlah murid kelas IV ada 15 orang, dimasukkan ke dalam satu kelompok belajar online.
Tapi, Pak Dodo menuturkan, yang menjadi masalah dua dari 15 murid kelas IV tersebut tidak memiliki hape, apalagi hape android untuk belajar online.
"Sebenarnya, ada dua orang murid yang tak punya hape," ungkap Pak Dodo, dilansir Tribunnews dari TribunJabar.
"Yang satu bisa pinjam ke saudara, jadi masih bisa belajar kelompok secara online. Kalau Candra (10) memang paling parah," ucap Pak Dodo.
Pak Dodo pun menjelaskan situasi Candra yang tak bisa mengakses KBM secara online.
"Candra tidak punya hape, tinggal jauh dari tetangga," tutur Pak Dodo.
Baca juga: Mengenal Patih Serunai dari Jambi, Mendapat Penghargaan Local Heroes dari Tribun Network
Tantangan dalam Mengajar karena Sistem Online
Menurut Pak Dodo, dari kondisi kehidupan kedua orang tua Candra, kecil kemungkinan muridnya dapat memiliki hape untuk mengikuti KBM secara online.
Orang tua Candra, Ewon Ruswan (46) dan Yani (37) sehari-hari bekerja sebagai buruh serabutan.
Candra dan orangtuanya tinggal di rumah panggung bilik di Blok Pasir Karet, Dusun Subang RT 13/01 Desa Darmacaang.
Keluarga Candra tercatat sebagai Keluarga Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan (KPM PKH).
Solusi yang dipilih Pak Dodo agar Candra tetap bisa belajar adalah belajar secara luar jaringan (luring).
Sistem belajar luring yakni guru keliling (guling) mendatangi murid.
"Istilahnya home visit atau belajar di rumah (BDR)," kata Pak Dodo, dikutip Tribunnews dari tayangan YouTube TribunJabar Video, Selasa (24/11/2020).
Pak Dodo menerangkan, sudah dua bulan lebih, dia setiap minggu mendatangi rumah Candra yang berada di kampung terpencil.
Baca juga: Berikut Profil 21 Local Heroes yang Mendapat Penghargaan dari Tribun Network
Kegigihan dan Dedikasi Pak Dodo untuk Pendidikan
Pak Dodo melakukan home visit dengan sepenuh hati, meski pertemuan belajar-mengajar hanya dilaksanakan dalam beberapa jam saja.
"Setiap kali datang jam pelajaran 4x35 menit," ucap Pak Dodo.
"Sekira dua jam setengah," terang Pak Dodo kepada Tribun Jabar.
Dalam 2,5 jam belajar di rumah, Pak Dodo mengajar Candra empat mata pelajaran secara bertahap.
Pak Dodo juga memberikan materi tematik, seperti Bahasa Indonesia dan IPA kepada Candra.
"Belajarnya melalui buku dan ada tugas-tugas pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan," tutur Pak Dodo.
"Nanti ketika datang (home visit) minggu depannya, akan dilihat tugas-tugas PR yang dikerjakan Candra," ungkap Pak Dodo.
Pak Dodo Berjalan Sekira 2 Kilometer
Pak Dodo harus menembuh perjalanan dengan jalan kaki sekira dua kilometer menyusuri jalan setapak dan menanjak.
Untuk sampai di rumah Candra, Pak Dodo menembus sisi tebing serta semak belukar yang licin karena hujan.
Pak Dodo juga harus meniti titian bambu yang dipasang ala kadarnya.
Rute ini merupakan jalan yang ditempuh Candra jika dia hendak berangkat ke sekolah.
"Jalan kaki sekira satu jam, itu kalau hari tidak hujan," ungkap Pak Dodo.
"Harus menelusuri jalan setapak. Pernah terpeleset saat melintas sasak bambu. Tapi tidak sampai jatuh ke selokannya," ucap Pak Dodo mengenang pengalamannya.
Baca juga: Tribun Network dan Tribun Institute Beri Penghargaan kepada 21 Local Heroes
Sekira Ada 5 Murid yang Tak Mengikuti KBM Online karena Tak Punya Hape
Lebih dalam, Kepala SDN IV Darmacaang, Yetty Rohayati MPd, dari 133 murid ada lima yang tidak mengikuti KBM secara online karena tidak memiliki hape.
Sehingga masing-masing guru yang ditugaskan mengajar kelompok belajar di rumah (BDR) harus melakukan home visit.
"Rumah Candra memang paling jauh, paling terpencil. Harus ditempuh berjalan kaki," ungkap Yetty.
Artikel ini telah tayang di tribunjabar.id dengan judul Guru di Kaki Gunung Sawal Ciamis Saat Covid-19, Datangi Murid Tak Punya Hape Meski Jauh Menanjak
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani) (TribuJabar/Andri M Dani)