TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tersangka tindak pidana terorisme Taufik Bulaga alias Upik Lawanga mengaku menerima suplai dana dari jaringan terorisme Jamaah Islamiyah (JI) selama 14 tahun menjadi buronan polisi.
Suplai dana untuk 14 tahun pelarian tersebut berasal dari dana pribadi perseorangan dan jemaah yang tergabung dalam jaringan terorisme JI.
Rata-rata suplai dana yang Upik terima dari jaringan terorisme JI sebesar Rp 500 ribu per bulan.
Uang Rp 500 ribu itu diberikan kepada Upik untuk menafkahi kebutuhan hidup keluarganya.
"Pemberian itu ada yang bersifat pribadi, ada yang bersifat dari jamaah. Yang di luar kemampuannya kawan, dia terpaksa mencari dana lewat Jamaah Islamiah pusat. Seperti itu yang saya ketahui," ucap Upik sebagaimana dikutip Tribunnews.com dari YouTube PMJ NEWS, Sabtu (19/12/2020).
"Diberikan nafkah untuk anak istri, rata-rata itu Rp 500 ribu," ujar dia.
Upik Lawanga merupakan satu dari 23 tersangka teroris yang ditangkap tim Densus 88 Anti-teror Mabes Polri di Lampung pada 23 November 2020.
Tersangka aksi terorisme yang masuk daftar pencarian orang (DPO) polisi sejak tahun 2006 itu berjuluk 'Professor Bom' lantaran digadang-gadang sebagai penerus Dokter Azhari, pelaku bom Bali I (2002) dan bom Bali II (2005).
Saat mengamankan Upik Lawanga di Jalan Seputih Lanyak Provinsi Lampung, tim Densus 88 Anti-teror menemukan sebuah bunker berisikan bom dan senjata rakitan.
Bunker tersebut dijadikan tempat penyimpanan bom dan senjata hasil rakitan Upik Lawanga selama buron.
Bom dan senjata rakitan itu, kata Upik Lawanga, telah banyak digunakan untuk serangkaian aksi teror di Indonesia. Namun pemesan bom dan senjata rakitan itu kini tidak lagi berasal dari jaringan terorisme JI Pusat.
Melainkan dipesan oleh perseorangan. Upik menyebut satu nama pemesan yaitu Budi Handuk.
"Itu sudah bukan dari (JI) pusat, tapi perseorangan, yang namanya Budi Handuk," kata dia.
Ada sejumlah akidah yang dianut oleh para pengikut jaringan terorisme Jamaah Islamiyah.