Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik dari Indo Barometer, M Qodari menilai tidak ringan tantangan yang akan dihadapi Suharso Monoarfa menjadi Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Apalagi mengingat pemilih tradisional PPP adalah orang tua yang jumlahnya, semakin menurun secara alami dalam setiap Pemilu.
Sementara pemilih milenial masih belum terjaring oleh PPP.
“Di satu sisi pemilih tradisionalnya, para orangtua itu semakin lama semakin berkurang secara alami dalam setiap pemilu.
Sementara pemilih baru ini kelihatannya belum berhasil dijaring secara sistematis oleh PPP,” ujar Direktur Eksekutif Indo Barometer ini ketika dihubungi Tribunnews.com, Minggu (20/12/2020).
Ia menilai Suharso harus lebih banyak turun ke lapangan dan pengurus PPP untuk melakukan konsolidasi untuk menarik pemilih baru yang usianya lebih muda.
Kemudian Suharso dan seluruh pengurus PPP turun ke pemilih untuk meyakinkan anak muda mau memilih PPP dalam Pemilu 2024 dan berikutnya.
Baca juga: Pengamat: Suharso Orang Tengah Antara Kubu Romi dan Djan Faridz
“Jadi tantangan utama bagi pak Harso adalah konsolidasi dan harus banyak turun ke lapangan, ke jejaring dan ke pengurus-pengurus PPP untuk melakukan konsolidasi organisasi dan pada giliran selanjutnya ke pemilih,” jelasnya.
Apakah partai Ummat dan Masyumi menjadi tantangan atau tidak ?
Dia menilai itu tergantung dari target atau pasar yang menjadi sasaran bagi PPP.
Menurut dia, pemilih Islam atau santri itu sebetulnya ada dua macam agama Islam tradisional yang ormasnya itu adalah diwakili oleh Nahdlatul Ulama dan Islam modernis yang direpresentasikan oleh Muhammadiyah secara umum.
Bila melihat itu, maka dia tidak melihat adanya irisan antara PPP dengan Partai Ummat dan Masyumi.
“Sebetulnya partai Ummat dan Masyumi itu orientasinya lebih kepada Islam modernis. Jadi bukan saingan langsung dari PPP, apabila PPP memilih pasar Islam tradisional.”