News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Natal dan Tahun Baru 2021

Dinilai Diskriminatif, Aturan Perjalanan Momen Nataru di Surat Edaran Satgas Covid-19 Digugat ke MA

Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Tiara Shelavie
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sejumlah penumpang di Bandara Soekarno Hatta merasa kebingungan dengan kebijakan pemerintah yang mewajibkan penumpang pesawat melakukan tes antigen. Foto suasana di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Sabtu (19/12/2020).

TRIBUNNEWS.COM - Surat Edaran Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Nomor 3 tahun 2020 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Orang Selama Libur Hari Raya Natal dan Menyambut Tahun Baru 2021 Dalam Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) digugat ke Mahkamah Agung (MA).

Gugatan tersebut dilayangkan oleh pengacara asal Surabaya, Muhammad Sholeh, Selasa (22/12/2020).

Sholeh menyebut, Surat Edaran a quo angka 3 huruf b, membedakan penumpang yang menggunakan transportasi udara dan transportasi darat.

"Transportasi udara ke Bali wajib menggunakan tes RT-PCR paling lama 7x24 jam sebelum keberangkatan, sementara yang melalui darat diwajibkan menunjukkan surat keterangan hasil negatif menggunakan rapid tes antigen paling lama 3x24 jam sebelum keberangkatan," ungkap Sholeh kepada Tribunnews.com, Selasa.

Pengacara asal Surabaya, Muhammad Sholeh (kiri), melayangkan gugatan terhadap Surat Edaran Satuan Tugas Penanganan Covid-19  Nomor 3 tahun 2020 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Orang Selama Libur Hari Raya Natal dan Menyambut Tahun Baru 2021 Dalam Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) ke Mahkamah Agung (MA), Selasa (22/12/2020). (Istimewa)

Baca juga: Kemenhub Terbitkan SE No 20, Perjalanan Darat dari dan ke Pulau Jawa Wajib Rapid Test Antigen

Sholeh mengungkapkan, diketahui jika akurasi hasil tes RT-PCR lebih baik dari pada rapid tes antigen.

"Seharusnya kalau memang tujuan men-screening calon penumpang, harusnya mewajibkan semua moda transportasi menggunakan tes RT-PCR bukan rapid tes antigen," ungkap Sholeh.

Sholeh memandang aneh aturan tersebut yang membedakan penggunaan moda transportasi darat dan udara.

"Yang menjadi pertanyaan, apa perbedaan orang menggunakan transportasi udara dan darat ke luar masuk Pulau Bali?"

"Bukankah tingkat bahayanya sama? Naik pesawat dan kendaraan umum sama bahayanya, sebab kita berinteraksi dengan orang-orang yang tidak kita kenal," ungkapnya.

"Kesan yang muncul ialah karena naik pesawat itu mahal, maka syaratnya harus menggunakan RT-PCR, bukankah ini diskriminasi?" lanjut Sholeh.

Baca juga: Legislator PAN Akui Dapat Keluhan Masyarakat soal Kebijakan Test Antigen

Dinilai Hanya Fokus pada Bali

Sholeh juga memandang aneh Surat Edaran No 3 tahun 2020 a quo, karena pengetatan penumpang hanya ditujukan kepada orang yang ke luar masuk Pulau Bali.

"Pertanyaannya, bagaimana dengan orang yang liburan ke Jogja, ke Labuhan Bajo, ke Danau Toba, liburan ke Kalimantan dan lainnya."

"Kenapa pemerintah tidak mengkhawatirkan daerah destinasi wisata selain Bali?" ungkapnya.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini