Dua pegawai KPK yang terlibat dalam operasi itu, Jaksa Yadyn Palebangan dan Komisaris Rossa Purbo Bekti dipulangkan ke instansinya dengan beragam dalih, meskipun masa tugas mereka belum berakhir.
Dalam pemulangan Rossa, pimpinan KPK sempat ngotot meskipun Mabes Polri sudah menyatakan tak pernah menarik perwira polisi itu.
Polemik berakhir, ketika akhirnya pimpinan KPK membatalkan keputusan itu. Akan tetapi, pimpinan KPK mengganti semua satuan tugas yang terlibat dalam OTT dengan tim baru.
Tim ini salah satu tugasnya adalah menangkap Harun. Akan tetapi, sampai saat ini Harun belum juga ditangkap.
“KPK sudah melakukan upaya pencarian di puluhan lokasi, tapi keberadaan yang bersangkutan tidak ada," kata Firli di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa, 3 Maret 2020.
Bukan cuma gagal menangkap Harun, KPK juga gagal menggeledah kantor PDIP. Beberapa hari setelah OTT, tim penyidik mendatangi Kantor DPP PDIP untuk menggeledah salah satu ruangan petinggi PDIP.
Di sana, satuan pengamanan kantor PDIP menghadang mereka dengan alasan tidak ada izin.
Sampai Wahyu Setiawan divonis, KPK belum menyentuh kantor Partai Banteng.
Kementerian Hukum dan HAM juga terseret dalam pusaran kasus ini. Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM menyatakan Harun belum kembali dari Singapura saat KPK melakukan OTT.
Menkumham Yasonna Laoly ikutan ngotot soal ini. “Pokoknya belum di Indonesia,” kata politikus PDIP itu pada 16 Februari 2020.
Berbeda dengan sikap pimpinan KPK yang manut dengan penjelasan Dirjen Imigrasi, kalangan internal komisi antirasuah berkeyakinan bahwa Harun sudah tiba di Jakarta.
Penelusuran Tempo pun mendapati bahwa Harun memang sudah pulang ke tanah air saat OTT.
Kesimpulan itu diperkuat oleh rekaman CCTV yang memperlihatkan Harun sudah berada di Bandara Soekarno-Hatta.
Belakangan, Kemenkumham membentuk tim untuk menginvestigasi soal Harun Masiku.