Alat tersebut, kata Yudo, biasanya diluncurkan dari kapal atas permukaan dan dapat menyelam ke dasar laut untuk mengumpulkan data kelautan.
Setelah mengumpulkan data kelautan di dasar laut, alat tersebut, kata Yudo, bisa bergerak ke permukaan untuk mengirimkan data ke satelit.
Kemudian, pengendali di darat bisa mengambil data dari satelit tersebut.
Alat ini bisa beroperasi di laut hingga dua tahun.
"Bisa melayang, muncul, ini bisa berjalan lama. Bisa sampai dua tahun. Tapi setiap saat mereka muncul memberikan data, kemuidan diisi lagi. Ini datanya langsung masuk ke satelit lalu ke satuan pengendali di darat," kata Yudo.
Lazimnya Bukan untuk Kegiatan Mata-mata
Masih dalam keterangannya, Laksama Yudo mengatakan pihaknya belum mengetahui secara pasti data apa saja yang masih ada atau pernah dikirimkan dari seaglider yang ditemukan.
Data yang direkam melalui seagilder umumnya digunakan untuk sejumlah kepentingan di antaranya pertahanan dan industri.
Data itu terkait dengan kedalaman atau lapisan laut.
Dengan data itu, akan ditentukan area laut yang memiliki tingkat kepekatan tertentu.
Baca juga: Menanti Sikap Prabowo, Drone Bawah Laut Diduga Milik China Ditemukan Nelayan di Perairan Sulsel
Pada tingkat kepekatan tertentu, kata Yudo, kapal selam dapat bersembunyi dari sonar kapal atas air.
"Tapi kalau pertahanan mungkin bisa digunakan data kedalaman atau layer laut. Di mana kapal selam supaya tidak bisa dideteksi dicari kedalamannya yang layer pekatnya atau tidak. Sehingga pada area yang pekat, kapal selam tersebut tidak bisa dideteksi oleh sonarnya kapal atas air," kata Yudo.
Yudo mengatakan, seaglider umumnya tidak digunakan untuk kegiatan mata-mata.
"Jadi alat ini lebih pada untuk riset, riset bawah laut. karena memang alat ini tidak bisa mendeteksi kapal. Jadi bukan untuk kegiatan mata-mata dan sebagainya," kata Yudo.