TRIBUNNEWS.COM - Kata "membuat" dalam pasal 4 UU Pornografi sempat menuai polemik di warga sosial media Twitter.
Hal ini karena pasal 4 UU Pornografi itu dikenakan pada kasus video syur artis Gisella Anastasia.
Diketahui, penjelasan dari kata "membuat" ini tidak berlaku bagi pembuat konten porno untuk keperluan pribadi.
Advokat Hukum Solo, Sigit N Sudibyanto memberikan penjelasan kata "membuat" dalam pasal 4 UU Pornografi.
Baca juga: Update Kasus Video Syur Gisel dan Michael Yukinobu de Fretes, Polisi Akan Periksa Saksi Ahli
Baca juga: Pengamat : Jadi Penghasil Nikel, RI Jangan Fokus Urus Mobil Listrik
Hal ini disampaikan pada program Kacamata Hukum bertajuk Pacar Sebar Foto karena Cinta Diputus, Apa Pidananya?, Senin (6/1/2021).
"Kategori membuat ini tidak termasuk kepentingan sendiri, artinya selama dimiliki, disimpan sendiri untuk koleksi pribadi," ujarnya.
Advokat yang juga berprofesi dosen ini mengatakan makna kata membuat ini lebih kepada tujuan komersil.
"Kategori membuat ini lebih kepada tujuan untuk komersil, untuk pemerasan, dan tindak pidana yang lain," tambahnya.
Baca juga: Soal Kebiri Kimia Pelaku Kekerasan Seksual Anak, Polri: Kami Mengacu KUHAP
Baca juga: Kuasa Hukum Rizieq Shihab Sebut Kliennya Tak Bisa Dihukum 2 Kali Atas Perkara yang Sama
Advokat hukum ini menjelaskan pasal 27 UU ITE ini juga tidak bisa dikenakan pada pembuat konten porno untuk pribadi.
Hal itu berlaku jika sebelumnya ada kesepakatan para pihak dan pelarangan secara tegas dari pihak terkait.
Ia menjelaskan, ketegasan salah satu pihak untuk melarang menyebarkan itu menjadi cara untuk terlepas dari hukuman pidana.
"Katakanlah korbannya adalah perempuan, ketika sejak awal dia sepakat untuk direkam, tapi tidak sepakat untuk disebarluaskan, secara tegas dia melarang," ucapnya.
"Ketegasan dia melarang ini sebagai kunci utama untuk terlepas dari jerat pidana," lanjutnya.
Baca juga: Pengamat Nilai Langkah Erick Thohir Pangkas Gaji Direksi Sudah Tepat
Baca juga: Zulfikar, Istri dan Tujuh Anaknya Ditangkap Densus 88 Selepas Subuh, Ini Kaitan Mereka
Namun, berbeda kasusnya, jika sang korban tidak melarang secara tegas pada pelaku untuk menyebarkan konten video syur.
"Ketika ia sepakat untuk direkam, namun si perempuan itu tidak melarang dengan tegas untuk disebarluaskan, ini bisa dijerat pidana," ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Sigit juga menyinggung soal belum ada payung hukum yang melindungi korban dari tindak pidana penyebaran pornografi secara sepihak.
Baca juga: Kuasa Hukum Rizieq Shihab Sebut Kliennya Tak Bisa Dihukum 2 Kali Atas Perkara yang Sama
Baca juga: Di Sidang Praperadilan, Kuasa Hukum Rizieq Shihab Serahkan 40 Bukti Tertulis
"Sebenernya memang kita darurat, karena semakin kita mengenal media sosial, ternyata banyak kejadian penyebaran konten pornografi," ucap Sigit
Menurutnya, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) ini lebih komprehensif pada perlindungan korban.
"Kalau saya baca draf RUU PKS itu lebih komprehensif."
"Ada perlindungan hukumnya, melibatkan dari psikologi, sampai ada recovery (pemulihan)."
"Jadi si korban ini bersedia bersaksi dan menegakkan kebenaran," kata Sigit.
(Tribunnews.com/Shella)