TRIBUNNEWS.COM - Maraknya kasus penyebaran konten pornografi atas dasar balas dendam (revenge porn) sangat merugikan bagi korban.
Revenge porn merupakan salah satu bentuk kekerasan seksual.
Diketahui, sampai saat ini Indonesia memiliki payung hukum secara spesifik mengenai perlindungan bagi korban kekerasan seksual.
Advokat hukum Solo Sigit N. Sudibyanto memberikan tanggapannya terkait RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).
Baca juga: Pengamat : Jadi Penghasil Nikel, RI Jangan Fokus Urus Mobil Listrik
Baca juga: Tim Ahli WHO Untuk Meneliti Asal Mula Virus Covid-19 Dilarang Masuk China
Dalam program Kacamata Hukum bertajuk Pacar Sebar Foto karena Cinta Diputus, Apa Pidananya?, Senin (4/1/2021), ia menyebutkan Indonesia kini di situasi darurat
"Sebenernya memang kita darurat, karena semakin kita mengenal media sosial, ternyata banyak kejadian penyebaran konten pornografi," ucap Sigit
Menurutnya, UU Pornografi belum mengatur perlindungan bagi korban secara khusus.
"UU Pornografi ini kurang komprehensif dalam perlindungan korban," ujar dosen Fakultas Hukum Universitas Batik Surakarta itu.
Baca juga: Seorang Pria di Tangerang Kerap Curi Alquran dari Musala Untuk Dijual Kembali, Ini Kata Polisi
Baca juga: Terbukti Bukan Lawan Main Gisel di Video Syur, Adhietya Mukti Lega Bebas dari Hujatan
Ia juga menambahkan RUU PKS ini lebih komprehensif pada perlindungan korban.
"Kalau saya baca draf RUU PKS itu lebih komprehensif."
"Ada perlindungan hukumnya, melibatkan dari psikologi, sampai ada recovery (pemulihan)."
"Jadi si korban ini bersedia bersaksi dan menegakkan kebenaran," kata Sigit.
Namun, tidak menutup kemungkinan kasus ini menggunakan UU Pornografi.
Apalagi situasi kasusnya, pelaku menyebarkan konten porno tanpa izin dari pihak terkait.