TRIBUNNEWS.COM - Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan alasan pemerintah tidak menggunakan istilah 'Lockdown'.
Hal itu terkait dengan penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Jawa dan Bali pada 11-25 Januari 2021 mendatang.
Menurutnya, sejak awal pemerintah telah memutuskan tidak akan menggunakan istilah Lockdown untuk menekan laju penyebaran virus corona.
Baca juga: Pemerintah Diminta Jaga Pasokan dan Harga Pangan Selama Pembatasan Sosial di Jawa-Bali
Pasalnya, menggunakan istilah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) saja sudah membuat perekonomian Indonesia turun.
Alasan itu disampaikan Airlangga dalam Audiensi tentang Vaksinasi, Pemulihan Ekonomi, dan PSBB Jawa-Bali bersama Tribunnews.com, Kamis (7/1/2021).
"Kita tidak pernah menggunakan istilah lockdown sejak awal, dengan PSBB saja perekonomian nasional turun."
"Dari minus 2,7 persen menjadi minus 5,32 persen," kata Airlangga yang juga menjabat Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional.
Airlangga juga menuturkan, tidak mudah memulihkan kembali perekonomian nasional di tengah pandemi Covid-19.
Menurutnya, pemerintah membutuhkan waktu hingga membuat perekonomian Indonesia tidak terpuruk.
"Untuk memulihkan sampai positif itu butuh waktu, sekarang (perekonomian) kita dikuartal keempat diperkirakan minus 2,2 persen sampai minus 0,9 persen," ujarnya.
Lebih lanjut, Airlangga menyebut dampak tak menggunakan istilah Lockdown membuat perekonomian Indonesia tidak jatuh lebih terpuruk.
Baca juga: Pengetatan Pembatasan Sosial di Jawa-Bali, Pengamat: Pemerintah Harus Terapkan Aturan yang Tegas
Bahkan, dari 20 besar negara, Indonesia berada di urutan kedua setelah China dalam hal kontraksi ekonomi yang lebih rendah .
"Dan tentu pembatasan sosial yang diperkenalkan di Indonesia ini membuat perekonomian kita terkontraksi lebih rendah dibanding negara lain."
"Dari 20 negara, Indonesia nomor 2 sesudah China, sedangkan mereka yang menerapkan lockdown kontraksinya lebih dalam semuanya diatas 10 persen," ujar Airlangga.
Untuk itu, Airlangga berharap pembatasan kegiatan masyarakat di Jawa dan Bali pada 11-25 mendatang dapat menekan laju penularan Covid-19.
Pandangan pengamat soal pembatasan di Jawa Bali
Pengamat Perkotaan dari Universitas Trisakti Jakarta, Yayat Supriatna menilai, kebijakan pemerintah untuk membatasi kegiatan di Jawa Bali adalah langkah yang tepat.
"Ini adalah langkah lebih ke depan, lebih berani. Sebelumnya, negara lain sudah menerapkan lockdown dan Indonesia mengambil langkah semi lockdown," ucap Yayat.
Permasalahan utama, kata Yayat, memang ada pada pengendalian aktivitas masyarakat.
Baca juga: Epidemiolog Menilai Pembatasan Aktivitas di Jawa-Bali Langkah Tambahan Cegah Penularan Covid-19
Sebab pemerintah sering mengingatkan pada masyarakat bahwa rumah sakit penuh, tenaga medis banyak yang tumbang, dan lain sebagainya.
Namun, hingga kini masyarakat belum sepenuhnya paham terhadap bahayanya virus Covid-19.
"Pemerintah harus menerapkan aturan yang tegas, tidak lagi setengah-setengah," ujar Yayat.
Kebijakan ini, tambahnya, akan berimplikasi secara nasional.
Maka, pemerintah diharapkan dapat cermat dalam membuat peraturan ditingkat institusi, kelembagaan, perusahaan, di tingkat penyelenggaran pemerintah daerah.
Hal itu supaya kebijakan ini dapat berjalan dengan baik, dan berdampak pada menurunnya laju kasus Covid-19 di Indonesia.
Baca juga: Airlangga Hartarto Bicara Pembatasan Sosial di Jawa Bali: Bukan Pelarangan, Masyarakat Jangan Panik
"Wilayah Jakarta dan sekitarnya, Semarang dan sekitarnya, dan kota-kota di Jawa dan Bali sudah saatnya diberlakukan pembatasan ini."
"Karena yang paling meningkat kasus Covid-19 adalah wilayah-wilayah yang mempunyai kontribusi ekonomi yang besar."
"Jadi sudah saatnya kita mencoba mengurangi aktivitas," tandasnya.
Pandangan DPR soal pembatasan di Jawa Bali
Komisi IX DPR menyebut pembatasan sosial di Pulau Jawa dan Bali akan berjalan efektif mengendalikan virus Covid-19.
Namun hal itu jika dibarengi penerapan protokol kesehatan yang ketat oleh masyarakat.
Anggota Komisi IX DPR Rahmad Handoyo mengatakan, langkah pembatasan sosial memang perlu dilakukan seiring ketersediaan ruang ICU di rumah sakit sudah terbatas.
"Percayalah bahwa langkah-langkah pemerintah ini, kalau kita benar-benar bekerja sama, bergotong-royong menerapkan sungguh-sungguh."
"Saya rasa kira kita bisa mengendalikan," tutur Rahmad saat dihubungi Tribunnews di Jakarta, Kamis (7/1/2021).
Menurutnya, langkah masyarakat yang perlu dilakukan, seperti memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak (3M) di setiap melakukan aktivitas.
"Kita butuh langkah-langkah komitmen dan kuat, penuh tanggung jawab baik seluruh masyarakat dan jangan berhenti di sini."
"Ayo sampaikan kepada masyarakat, bahwa protokol kesehatan menjadi satu yang paling efektif disamping pembatasan-pembatasan yang disampaikan oleh pemerintah itu," tutur politikus PDIP itu.
"Parlemen sangat mendukung yang dilakukan pemerintah ini, dan terus akan kita evaluasi. Kalau ternyata terus menunjukan tren yang negatif, perlu ada langkah lagi," tambahnya.
(Tribunnews.com/Maliana/Seno Tri Sulistiyono)