News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ini Alasan Pemerintah Tak Pakai Kata 'Lockdown' untuk Batasi Kegiatan Masyarakat di Jawa dan Bali

Penulis: Inza Maliana
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Penumpang Kereta Wajib Rapid Antigen - Penumpang terlihat mengantri untuk melakukan tes Antigen di Stasiun Semarang Tawang, Selasa (22/12/20). Rapid test antigen ini merupakan hari pertama pelayanan yang dipersyaratkan untuk perjalanan penumpang kereta api jarak jauh yang diselenggarakan sebagai operator yang mentaati aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam hal ini regulator Kementerian Perhubungan lewat surat edaran dari Menteri Kementerian Perhubungan nomor 23 tahun 2020 Adapun persyaratan rapid test antigen itu bisa dilayani di stasiun Tawang ataupun di Stasiun Tegal. Adapun jam pelayanan di Stasiun Tawang mulai pukul 07.00 WIB pagi hingga 19.00 WIB malam Kemudian untuk di Stasiun Tegal mulai pukul 10.00 WIB pagi hingga pukul 16.00 WIB sore. (Tribun Jateng/Hermawan Handaka). Menko Perekonomian Airlangga Hartanto membeberkan alasan pemerintah tidak memakai kata 'Lockdown' untuk membatasi kegiatan di Jawa dan Bali.

TRIBUNNEWS.COM - Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan alasan pemerintah tidak menggunakan istilah 'Lockdown'.

Hal itu terkait dengan penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Jawa dan Bali pada 11-25 Januari 2021 mendatang.

Menurutnya, sejak awal pemerintah telah memutuskan tidak akan menggunakan istilah Lockdown untuk menekan laju penyebaran virus corona.

Baca juga: Pemerintah Diminta Jaga Pasokan dan Harga Pangan Selama Pembatasan Sosial di Jawa-Bali

Pasalnya, menggunakan istilah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) saja sudah membuat perekonomian Indonesia turun.

Alasan itu disampaikan Airlangga dalam Audiensi tentang Vaksinasi, Pemulihan Ekonomi, dan PSBB Jawa-Bali bersama Tribunnews.com, Kamis (7/1/2021).

"Kita tidak pernah menggunakan istilah lockdown sejak awal, dengan PSBB saja perekonomian nasional turun."

"Dari minus 2,7 persen menjadi minus 5,32 persen," kata Airlangga yang juga menjabat Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional.

Menko Perekonomian sekaligus Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Airlangga Hartarto memberikan keterangan pers di Kantor Presiden, Jakarta Pusat, Senin (4/1/2021). Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa Pemerintah akan memulai pelaksanaan program vaksinasi Covid-19 dalam waktu dekat. Hal tersebut akan dilakukan segera setelah adanya izin penggunaan darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Tribunnews/HO/BPMI Setpres/Kris (Tribunnews/HO/BPMI Setpres/Kris)

Airlangga juga menuturkan, tidak mudah memulihkan kembali perekonomian nasional di tengah pandemi Covid-19.

Menurutnya, pemerintah membutuhkan waktu hingga membuat perekonomian Indonesia tidak terpuruk.

"Untuk memulihkan sampai positif itu butuh waktu, sekarang (perekonomian) kita dikuartal keempat diperkirakan minus 2,2 persen sampai minus 0,9 persen," ujarnya.

Lebih lanjut, Airlangga menyebut dampak tak menggunakan istilah Lockdown membuat perekonomian Indonesia tidak jatuh lebih terpuruk.

Baca juga: Pengetatan Pembatasan Sosial di Jawa-Bali, Pengamat: Pemerintah Harus Terapkan Aturan yang Tegas

Bahkan, dari 20 besar negara, Indonesia berada di urutan kedua setelah China dalam hal kontraksi ekonomi yang lebih rendah .

"Dan tentu pembatasan sosial yang diperkenalkan di Indonesia ini membuat perekonomian kita terkontraksi lebih rendah dibanding negara lain."

"Dari 20 negara, Indonesia nomor 2 sesudah China, sedangkan mereka yang menerapkan lockdown kontraksinya lebih dalam semuanya diatas 10 persen," ujar Airlangga.

Untuk itu, Airlangga berharap pembatasan kegiatan masyarakat di Jawa dan Bali pada 11-25 mendatang dapat menekan laju penularan Covid-19.

Pandangan pengamat soal pembatasan di Jawa Bali

Pengamat Perkotaan dari Universitas Trisakti Jakarta, Yayat Supriatna menilai, kebijakan pemerintah untuk membatasi kegiatan di Jawa Bali adalah langkah yang tepat.

"Ini adalah langkah lebih ke depan, lebih berani. Sebelumnya, negara lain sudah menerapkan lockdown dan Indonesia mengambil langkah semi lockdown," ucap Yayat.

Permasalahan utama, kata Yayat, memang ada pada pengendalian aktivitas masyarakat.

Baca juga: Epidemiolog Menilai Pembatasan Aktivitas di Jawa-Bali Langkah Tambahan Cegah Penularan Covid-19

Sebab pemerintah sering mengingatkan pada masyarakat bahwa rumah sakit penuh, tenaga medis banyak yang tumbang, dan lain sebagainya.

Namun, hingga kini masyarakat belum sepenuhnya paham terhadap bahayanya virus Covid-19.

"Pemerintah harus menerapkan aturan yang tegas, tidak lagi setengah-setengah," ujar Yayat.

Sejumlah kendaraan melintasi Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Senin (23/11/2020). Sistem ganjil genap di ibu kota masih ditiadakan menyusul diperpanjangnya masa Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB transisi. Perpanjangan masa PSBB transisi itu berlaku selama dua pekan ke depan yakni hingga 6 Desember 2020. Warta Kota/Angga Bhagya Nugraha (Warta Kota/Angga Bhagya Nugraha)

Kebijakan ini, tambahnya, akan berimplikasi secara nasional.

Maka, pemerintah diharapkan dapat cermat dalam membuat peraturan ditingkat institusi, kelembagaan, perusahaan, di tingkat penyelenggaran pemerintah daerah.

Hal itu supaya kebijakan ini dapat berjalan dengan baik, dan berdampak pada menurunnya laju kasus Covid-19 di Indonesia.

Baca juga: Airlangga Hartarto Bicara Pembatasan Sosial di Jawa Bali: Bukan Pelarangan, Masyarakat Jangan Panik

"Wilayah Jakarta dan sekitarnya, Semarang dan sekitarnya, dan kota-kota di Jawa dan Bali sudah saatnya diberlakukan pembatasan ini."

"Karena yang paling meningkat kasus Covid-19 adalah wilayah-wilayah yang mempunyai kontribusi ekonomi yang besar."

"Jadi sudah saatnya kita mencoba mengurangi aktivitas," tandasnya.

Pandangan DPR soal pembatasan di Jawa Bali

Komisi IX DPR menyebut pembatasan sosial di Pulau Jawa dan Bali akan berjalan efektif mengendalikan virus Covid-19.

Namun hal itu jika dibarengi penerapan protokol kesehatan yang ketat oleh masyarakat.

Anggota Komisi IX DPR Rahmad Handoyo mengatakan, langkah pembatasan sosial memang perlu dilakukan seiring ketersediaan ruang ICU di rumah sakit sudah terbatas.

"Percayalah bahwa langkah-langkah pemerintah ini, kalau kita benar-benar bekerja sama, bergotong-royong menerapkan sungguh-sungguh."

"Saya rasa kira kita bisa mengendalikan," tutur Rahmad saat dihubungi Tribunnews di Jakarta, Kamis (7/1/2021).

Warga mengisi libur panjang dengan mengunjungi kawasan Kota Tua di Jakarta Barat, Kamis (29/10). Mesmasuki PSBB transisi kawasan kota tua di buka kembali untuk wisatawan yang hendak berlibur dikawasan bangunan tua tersebut.(WARTAKOTA/Henry Lopulalan )

Menurutnya, langkah masyarakat yang perlu dilakukan, seperti memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak (3M) di setiap melakukan aktivitas.

"Kita butuh langkah-langkah komitmen dan kuat, penuh tanggung jawab baik seluruh masyarakat dan jangan berhenti di sini."

"Ayo sampaikan kepada masyarakat, bahwa protokol kesehatan menjadi satu yang paling efektif disamping pembatasan-pembatasan yang disampaikan oleh pemerintah itu," tutur politikus PDIP itu.

"Parlemen sangat mendukung yang dilakukan pemerintah ini, dan terus akan kita evaluasi. Kalau ternyata terus menunjukan tren yang negatif, perlu ada langkah lagi," tambahnya.

(Tribunnews.com/Maliana/Seno Tri Sulistiyono)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini