TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dua orang terduga teroris tewas dalam penggerebekan yang dilakukan oleh tim gabungan dari Densus 88, dan Gegana Polda Sulawesi Selatan, serta Polrestabes Makassar di Vila Mutiara Cluster Biru, Kecamatan Biringkanaya, Makassar, Rabu (6/1) pagi.
Dua terduga teroris yang tewas diketahui berinisial MR dan SA. Mertua dan menantu tersebut menurut Densus 88 merupakan jaringan kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
Menurut Ketua RT3/RW 10 Vila Mutiara Biru, Iwan, awalnya ia mendengar suara tembakan pada sekitar 05.30 Wita. Ia pun bersama warga lainnya keluar rumah, namun tiba-tiba disuruh masuk oleh tim Densus 88 yang sudah berjaga, karena dikhawatirkan ada korban peluru nyasar.
"Suara tembakannya berkali-kali, itu sekitar pukul setengah enam pagi, jadi saya keluar, baru di depan rumah, tiba-tiba disuruh masuk sama tim densus yang ada di luar," ujar Iwan, yang juga merupakan tetangga terduga teroris.
Baca juga: Terduga Teroris di Gowa Ditangkap, Sejumlah Barang Bukti Diamankan, Ada DVD Tutorial Pembuatan Bom
Lanjutnya, setelah masuk ke rumah, beberapa saat kemudian suara tembakan berhenti. Sehingga ia kembali keluar rumah. Ia pun mendapati mayat terduga telah dibawa oleh petugas ke dalam mobil.
"Saya hanya sempat lihat satu mayat, karena yang satunya sudah dimasukkan duluan," tuturnya.
Baca juga: Terduga Teroris Yang Ditembak di Makassar Terkait Pendanaan Dengan Pengantin Bom Katedral Filipina
Menurutnya, MR dan SA memang secara sosial jarang bergaul dengan tetangga lain. Namun, mereka dikenal sebagai pribadi yang ramah terhadap warga sekitar, dan tidak menunjukkan gerak gerik mencurigakan waktu awal tinggal disana.
"Bisa dibilang mereka itu salah satu warga awal - awal yang tinggal di kompleks ini, sejak 2015 lah kalau tidak salah. Waktu awal-awal masih sering kumpul, bahkan ikut jadi pengurus masjid kompleks," ujar Iwan.
MR dan SA diketahui memiliki usaha berjualan bubur dan bensin. "Dia berjualan di sekitar sini, bubur sama bensin, memang pengusahan. Bahkan jualan buburnya ada cabangnya," ujar Iwan.
"Tapi setelah ikut kelompok itu, mereka mulai menarik diri, namun tetap selalu menyapa kalau kita ketemu di jalan," tambah Iwan.
Perubahan perangai keduanya diawali dengan seringnya mereka menggelar pengajian rutin di rumahnya. Bahkan jumlah jemaahnya bisa mencapai puluhan orang.
"Sering bikin pengajian di rumahnya, biasanya tiap hari Minggu, itu yang datang banyak, bisa dibilang puluhan," jelasnya. Awalnya ia sempat menanyakan acara apa yang digelar warganya tersebut. Namun MR mengatakan, jika mereka hanya menggelar pengajian biasa. "Jadi awalnya kami kira cuma kajian biasa, semacam siraman rohani. Tapi tiba-tiba ada laporan dari petugas (polisi), bahwa mereka dipantau, disitulah kami mulai curiga," ungkapnya.
Pihaknya pun beberapa kali memberitahu MR dan SA untuk tidak melanjutkan aktifitasnya tersebut. Apalagi Iwan sudah mengetahui, keluarga keduanya sudah dipantau pihak kepolisian.
"Sudah pernah kita nasihati namun selalu mengelak," kata Iwan.