TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) meminta pemerintah agar melakukan evaluasi kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di beberapa wilayah Jawa dan Bali mulai Senin pekan depan.
Ketua Umum Aprindo Roy Mandey mengatakan, pihaknya tidak masalah dengan PPKM sebagian Jawa-Bali, tapi meminta tidak ada pelarangan operasional bagi pengusaha ritel modern dan mal dalam menyediakan kebutuhan pokok dan sehari-hari masyarakat.
Selain itu, dia menilai yang sangat perlu ditingkatkan adalah kedisiplinan seluruh lapisan masyarakat tanpa kecuali dan kompromi.
"Tanpa kompromi, siapapun juga di berbagai daerah khususnya wilayah Jawa-Bali," ujarnya melalui keterangan tertulis kepada Tribun, Jumat (8/1/2021).
Baca juga: LK2PK: Tekan Penyebaran Covid-19 Masyarakat Harus Dukung PPKM Jawa-Bali
Sementara itu, Roy menjelaskan, sikap masyarakat terhadap pandemi secara garis besar terdiri tiga tipe, pertama yakni masyarakat yang tahu adanya pandemi dan patuh protokol kesehatan 3M atau mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak.
Kemudian, tipe kedua adalah masyarakat yang tahu adanya pandemi Covid-19, tetapi tidak disiplin atas protokol kesehatan.
"Terakhir, adanya tipe masyarakat yang tahu adanya pandemi, tetapi tidak peduli dan cenderung melanggar sengaja protokol kesehatan. Untuk 2 tipe perilaku masyarakat terakhir inilah, kami harapkan ada tindakan jelas, tegas dan terukur agar pandemi tidak meningkat," ujar Roy.
Roy juga mendesak pemerintah untuk menyalurkan bantuan sosial (bansos) dengan segera.
Kata Roy hal itu sebagai bentuk tanggung jawab dari Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di beberapa wilayah Jawa dan Bali.
"Bantuan langsung tunai (BLT) bagi masyarakat golongan ekomomi lemah kiranya dapat dijalankan segera, tepat waktu dengan berintegritas, konsisten dan didukung dengan data yang sangat akurat kepada masyarakat penerima," ujarnya.
Roy menjelaskan, penyaluran dengan memanfaatkan digitalisasi melalui finansial teknologi adalah salah satu cara yang efisien dan efektif.
"Sehingga menghindari interaksi pemberi dan penerima dan dapat memfokuskan masyarakat penerima hanya membelanjakan kebutuhan pokok saja atas BLT tersebut," katanya.
Selain itu, percepatan dalam menyalurkan bansos tersebut bisa memberi dampak bagi peningkatan permintaan konsumsi rumah tangga.
"Konsumsi masyarakat penyokong 57 persen pembentuk pertumbuhan ekonomi melalui PDB Indonesia," pungkas Roy.
Sementara itu, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyebutkan kebijakan PPKM akan bikin kerugian tambah besar apalagi belum tentu kasus positif Covid-19 akan turun.
Namun Christ memaklumi pemerintah mengambil langkah itu memang untuk menekan kasus positif virus Covid-19 yang kian meningkat.
Baca juga: Dua Pekan PPKM di Jawa-Bali, Dikritik Ekonom dan Pengusaha, Apa Bedanya dengan PSBB?
"Kerugian sudah pasti, tapi menurut saya pada masa sekarang di mana yang positif (covid-19) sudah begitu tinggi dan persentase kasus positif dari jumlah tes di Indonesia jadi satu di antara yang tertinggi," ujarnya.
Apalagi lanjut Christ semua rumah sakit juga sudah dalam kapasitas penuh, sehingga mau tidak mau harus ada kebijakan pembatasan laju aktivitas manusia baru.
Namun, dia mengungkapkan, sebenarnya ada baiknya kebijakan penguncian aktivitas total atau lockdown dari Sabang hingga Merauke ketimbang PPKM sebagian Jawa-Bali.
"Penerapan lockdown harus total dan bukan parsial seperti yang sekarang berlaku karena kesehatan rakyat adalah prioritas tertinggi," katanya.
Meski lockdown dampaknya untuk ekonomi pastinya akan sangat menderita, tapi itu hanya di awal saja. Dia menyarankan, pemerintah juga harus turun langsung memberikan bantuan sosial yang tepat sasaran selama periode lockdown, sehingga pemulihan ekonomi bisa seperti huruf V, bukan lambang Nike layaknya melalui kebijakan PSBB.
"Pemerintah harus fokus dalam bantuan di semua aspek, sekarang ini kan bocornya sangat besar, tapi apapun itu, kondisi rakyat yang terinfeksi sudah sangat tinggi. Contohnya di Amerika Serikat, kasus positif Covid-19 22 juta, tapi yang sudah di tes 265 juta orang atau 8,5 persen dari populasi, sementara kasus positif Covid-19 di Indonesia 797 ribu dari yang di tes 7,7 juta orang atau artinya 10,4 persen dan masalah yang paling darurat yakni semua rumah sakit dan ICU penuh," pungkas Christ.
Telegram Kapolri
Markas Besar Kepolisian RI menerbitkan Surat Telegram Kapolri sebagai tindak lanjut Penerapan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), yang diberlakukan pemerintah di pulau Jawa-Bali 11-25 Januari 2021.
Surat telegram itu bernomor ST/13/I/OPS.2./2021 tertanggal 7 Januari 2021. Surat telegram yang dialamatkan kepada seluruh Kapolda itu ditandatangani atas nama Kapolri oleh Kabaharkam Polri, Komjen Pol Agus Andrianto.
"Surat Telegram ini bersifat perintah untuk dilaksanakan," kata Komjen Pol Agus Andrianto.
Surat Telegram tersebut memerintahkan kepada para Kapolda untuk:
1. Melakukan komunikasi, koordinasi, dan mendorong pihak Pemda (Kepala Daerah) untuk mengatur secara spesifik PPKM dimaksud sampai dengan penerapan sanksi melalui Perda.
2. Meningkatkan kegiatan Satgas II (Pencegahan) Operasi Aman Nusa II melalui kegiatan sosialisasi dan edukasi untuk membangun kesadaran masyarakat dengan melibatkan seluruh potensi masyarakat, baik secara langsung maupun melalui media sosial, media cetak, dan elektronik.
3. Berkoordinasi dan berkolaborasi dengan Pemda, TNI, dan stakeholder lainnya untuk melaksanakan pengetatan pengawasan dalam penerapan protokol kesehatan dengan meningkatkan pelaksanaan Operasi Yustisi.
4. Melakukan pengawalan dan pengawasan serta mendorong pihak Pemda untuk mengakselerasi pelaksanaan belanja barang maupun modal, penyaluran seluruh program bantuan sosial pemerintah serta memberikan kemudahan investasi dan kegiatan usaha terutama pada triwulan I tahun 2021 dalam rangka mendukung program pemulihan perekonomian nasional.
5. Mempelajari dan memahami serta mengikuti perkembangan rencana pelaksanaan vaksinasi COVID-19 yang diprogramkan oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Kesehatan untuk selanjutnya melakukan koordinasi dengan Pemda, TNI, dan stakeholder lainnya dalam rangka persiapan pelaksanaannya di wilayah masing-masing.
Pemerintah pusat juga meminta daerah yang menolak menerapkan Pelaksaanaan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa dan Bali diperintahkan untuk segera mematuhi.
Baca juga: PPKM di Tangsel Dimulai Sabtu, Kegiatan di Tempat Ibadah hingga Operasional Mal Akan Dibatasi
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan bahwa daerah yang diperintahkan untuk menerapkan PPKM adalah bagian dari daerah zona merah atau risiko tinggi.
"Bagi pihak manapun yang menolak kebijakan dari pusat yang disusun berdasarkan data ilmiah untuk segera mengindahkan instruksi pemerintah, karena instruksi ini bersifat wajib," kata Wiku.
Menurut Wiku kebijakan PPKM Jawa dan Bali dibuat untuk mempercepat penanganan pandemi Covid-19.
Kebijakan tersebut dirancang sedemikian rupa untuk kepentingan sektor kesehatan dan ekonomi.
Berdasarkan grafik yang dipaparkan, dimana Pulau Jawa dan Bali merupakan zona merah dan kontributor terbesar di tingkat nasional dan menambahkan kasus positif tertinggi.
"Bukan saja pemerintah daerah, masyarakat dari daerah tersebut bisa melihat dengan jelas tingkat kedaruratan penyebaran Covid-19 di daerah yang wajib dibatasi kegiatannya," ujar Wiku.
Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Danang Parikesit mengaku pihaknya mendukung penuh kebijakan penerapan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di sebagian wilayah Jawa-Bali.
"Kami mendukung sepenuhnya pembatasan perjalanan Jawa-Bali terkait upaya menanggulangi dampak Covid-19," kata Danang.
Menurutnya, sekarang ini badan usaha sudah sangat comfortable dengan kebijakan pemerintah setelah terbitnya peraturan menteri terkait kompensasi."Jadi semua akan melaksanakan kegiatan secara menyeluruh," urainya.
Danang menerangkan selama ini protokol kesehatan juga sudah diimplementasikan di rest area dan gardu tol.
"Pembersihan dan sanitasi dilakukan secara rutin oleh kami (BPJT) dan operator PT Jasa Marga (Persero)," ujar Danang.
BPJT, kata Danang, mengikuti aturan dari pemerintah apakah kapasitas pengunjung rest area yang saat ini sudah maksimal 50 persen perlu ditekan lagi atau tidak.
Dia bilang selama periode Natal dan Tahun Baru 2020/2021 sudah dilakukan pembatasan tersebut agar tidak terjadi penumpukan di tempat peristirahatan sementara.
"Kalau jumlah melebihi kapasitas akan kita alihkan ke rest area lain. Karena rest area kita sudah ideal yakni jarak antara rest area per 30-40 kilometer," katanya.
BJPT juga telah menugaskan anak perusahaan dari Jasa Marga mengenai dukungan alat-alat termasuk penyediaan APD selama Covid-19.(Tribun Network/igm/nas/van/wly)