TRIBUNNEWS.COM - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memberikan penjelasan sejumlah fakta mengenai gempa yang terjadi di Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara (Sulut) pada Kamis (21/1/2021) pukul 19.23 WIB.
Tepatnya, berada di timur laut Kecamatan Melonguane, Talaud.
Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Dr Daryono menyebut gempa ini dipicu oleh aktivitas tunjaman lempeng Laut Filipina.
Daryono menjelaskan, gempa ini tergolong gempa berkekuatan besar.
"Wilayah Kepulauan Talaud diguncang gempa hari Kamis, 21 Januari 2021 pukul 19.23.08 WIB dengan magnitudo 7,0."
"Gempa ini termasuk gempa berkekuatan besar lazimnya terjadi di zona tunjaman lempeng," ungkap Daryono kepada Tribunnews.com, Kamis malam.
Baca juga: Gempa Magnitudo 7,1 Guncang Melonguane Kepulauan Talaud Sulut, Terasa hingga Manado
Diketahui, BMKG awalnya menyampaikan gempa ini berkekuatan 7,1 M, tapi diperbarui menjadi 7,0 M.
Sementara itu lokasi gempa Talaud ini disebut BMKG berada di timur laut Melonguane atau sebelah selatan Filipina.
BMKG melalui unggahan Twitter menyebut pusat gempa berada di laut dengan kedalaman 154 km.
"Pembangkit Gempa Talaud 7,0 adalah deformasi batuan pada bagian slab Lempeng Laut Filipina yang tersubduksi di bawah Kepulauan Talaud dan Miangas," ungkap Daryono.
Sementara itu hingga saat ini belum terjadi gempa susulan.
"Hal ini karena karakteristik batuan pada Lempeng Laut Filipina sangat homogen dan elastis (ductile)."
"Sifat elastis pada batuan ini yang menjadikan batuan tidak rapuh, sehingga gempa susulan jarang terjadi," jelasnya.
Baca juga: Gempa M 7,1 Guncang Sulut. Warga Kepulauan Sangihe Khawatir Tsunami
Peningkatan Aktivitas Beberapa Tahun Terakhir
Lebih lanjut, Daryono menjelaskan hasil monitoring BMKG menunjukkan selama beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan aktivitas seismisitas di wilayah ini khususnya untuk aktivitas gempa menengah di kedalaman sekitar 100 km.
"Wilayah Lempeng Laut Maluku dan Tunjaman Lempeng Laut Filipina merupakan salah satu kawasan seismik paling aktif di dunia."
"Lokasi Kepulauan Talaud dan Miangas bersebelahan dengan zona tunjaman Lempeng Laut Filipina ini," ujarnya.
Adapun zona Tunjaman Lempeng Laut Filipina melintas berarah utara-selatan dengan panjang mencapai sekitar 1.200 km, dari Pulau Luzon, Filipina, di Utara hingga Pulau Halmahera di selatan.
"Zona subduksi aktif ini memiliki laju penunjaman lempeng antara 10 hingga 46 milimeter per tahun dengan magnitudo tertarget 8,2," ungkap Daryono.
"Tunjaman Lempeng Laut Filipina adalah sumber gempa potensial pemicu gempa dan tsunami bagi wilayah Maluku Utara seperti Halmahera, Morotai, Miangas dan Kepulauan Talaud," lanjutnya.
Baca juga: Gempa M 7,1 Guncang Sulawesi Utara, Warga Tahuna Panik Berhamburan Keluar Rumah
Catatan Sejarah
Daryono juga mengungkapkan catatan sejarah gempa di zona Tunjaman Lempeng Laut Filipina yang disebut cukup banyak.
"Ini menunjukkan di wilayah ini sudah sering terjadi gempa kuat dan merusak," ungkapnya.
Berikut sejumlah catatan BMKG:
- Gempa merusak Kepulauan Talaud 23 Oktober 1914 (M 7,4).
- Gempa merusak Halmahera 27 Maret 1949 (M 7,0).
- Gempa merusak Kepulauan Talaud 24 September 1957 (M 7,2).
- Gempa merusak Halmahera Utara dan Morotai 8 September 1966 (M 7,7).
- Gempa merusak Kepulauan Talaud 30 Januari 1969 (M 7,6).
- Gempa merusak Maluku Utara dan Morotai Morotai pada 26 Mei 2003 (M 7,0).
"Catatan sejarah 6 gempa kuat dan merusak ini merupakan bukti bahwa Tunjaman Lempeng Laut Filipina, khususnya Segmen Halmahera-Talaud menjadi salah satu sumber gempa yang patut diwaspadai dan tidak boleh diabaikan."
"Tunjaman Lempeng Laut Filipina ini selamanya akan menjadi sumber gempa potensial di wilayah Halmahera, Morotai dan Kepulauan Talaud," ungkap Daryono.
(Tribunnews.com/Gilang Putranto)