TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi PKS Anis Byarwati mengatakan perekonomian Indonesia memasuki jurang resesi dan untuk pertama kalinya dalam 22 tahun terakhir mengulang kondisi krisis ekonomi pada tahun 1998.
Perekonomian juga stagnan tumbuh hanya di kisaran 5 persen dengan kecenderungan menurun di tengah tekanan ekonomi global.
“Tahun 2020, ekonomi nasional tersungkur, baik dari sisi permintaan maupun dari sisi penawaran karena pandemi Covid-19. Trend menurunnya pertumbuhan ekonomi, tidak hanya terjadi sekarang. Akan tetapi sudah berjalan dalam tiga tahun terakhir," ujar Anis, kepada wartawan, Jumat (22/1/2021).
Baca juga: Soroti Perpres RAN-PE, PKS: Tidak Dijelaskan Secara Utuh Definisi Ekstremisme Berbasis Kekerasan
Anis menistakan bahwa kondisi resesi berdampak serius pada melonjaknya angka pengangguran, kemiskinan hingga ketimpangan.
Tingkat pengangguran terbuka pada Agustus 2020 melonjak menjadi 7,07 persen dari posisi 5,23 persen pada Agustus 2019.
Jumlah pengangguran melonjak menjadi 9,77 juta pada Agustus 2020, naik dari 7,1 juta pada Agustus 2019.
Pada Maret 2020 rakyat miskin meningkat sebesar 1,63 orang dari September 2019. Totalnya menjadi 26,42 juta jiwa atau 9,22 persen dari total penduduk.
Baca juga: Fraksi PKS Pertanyakan Motif Presiden Terbitkan Perpres No. 7 Tahun 2021
Menurut Anis angka ini juga menunjukkan peningkatan sebesar 1,28 juta jiwa terhadap angka pada Maret 2019.
Garis kemiskinan pada Maret 2020 tercatat sebesar Rp 454.652,- /kapita/bulan dengan komposisi garis kemiskinan makanan sebesar Rp 335.793,- (73,86 %) dan garis kemiskinan bukan makanan sebesar Rp 118.859,- (26,14%).
“Angka Rp 454.652,- sebagai angka garis kemiskinan merupakan angka yang sangat kecil apalagi didominasi oleh makanan,” kata dia.
Ketua Bidang Ekonomi dan Keuangan DPP PKS ini juga menyampaikan data bahwa menurut studi yang dilakukan Bank Dunia, masih terdapat 117 juta (70%) orang di Indonesia yang walaupun sudah berada di atas garis kemiskinan, namun belum benar-benar memiliki keamanan ekonomi dan setiap saat bisa kembali berada di bawah garis kemiskinan.
Mengulas penyaluran dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang disediakan pemerintah, Anis mengakui eksekusi dan serapannya sangat lambat.
Sampai akhir November 2020, serapan dana PEN baru sebesar 58 persen.
Hal ini berdampak pada tidak optimalnya program PEN dalam meredam dampak resesi dan dampak buruk peningkatan pengangguran dan kemiskinan.