TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Jokowi telah meneken PP No. 3/2021 tentang "peraturan pelaksanaan undang-undang" nomor 23/2019 tentang pengelolaan sumber daya nasional untuk pertahanan negara dengan ruang lingkup mengenai pembinaan Kesadaran Bela Negara (PKBN), pembinaan dan kerja sama dalam pelaksanaan pengabdian sesuai dengan profesi, pengelolaan komponen pendukung, kemudian pembentukkan dan penetapan pembinaan komponen cadangan, dan terkait mobilisasi serta demobilisasi.
Pengamat Politik Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Ujang Komarudin mengatakan, soal bela negara itu memang kewajiban bagi setiap warga negara. Tentunya, kata Ujang, dengan syarat tertentu.
"Kita semua memang perlu untuk membela negara dari ancaman musuh. Kita perlu militansi warga negara dalam menjaga dan mengawal negaranya, kata Ujang saat dihubungi Tribunnews, Jumat (22/1/2021).
Namun, Ujang menyebut bahwa tantangan kedepan akan lebih kompleks.
Menurut Ujang, tantangan perang kedepan itu bukan lagi menggunakan TNI atau warga negara sipil. Tapi sudah menggunakan teknologi.
Baca juga: Pengamat Militer Kritik PP Bela Negara: Lebih Baik Menghidupkan dan Merangkul Kembali Menwa
"Perangnya bukan lagi konvensioal. Tapi modern. Menggunakan drone, dan lain-lain," jelasnya.
Ujang pun mengingatkan, bahwa PP Bela Negara ini jangan sampai dijadikan alat untuk menggalang dukungan.
Pasalnya, PP Bela Negara akan dibentukk dan penetapan pembinaan komponen cadangan yang melibatkan banyak orang.
"Yang harus diwaspadai itu, jangan sampai digunakan untul kepentingan politik. Kan akan merekrut ribuan orang. Nah ini harus jelas. Jangan dipolitisir," kata Ujang.