Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) mulai menyidangkan 132 perkara sengketa hasil Pilkada 2020, Selasa (26/1/2021).
Upaya hukum yang diajukan Pemohon ke MK disebut sebagai kanal konflik yang sesuai dengan sistem penegakan hukum pemilu.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Agustyati menyebut rangkaian pemeriksaan perkara di MK adalah harapan terakhir demokrasi yang diharapkan bisa menjamin keadilan dan kedaulatan rakyat.
Baca juga: Ketika Ketua MK Tegur Pengunjung Sidang Sengketa Pilkada Via Daring Untuk Tidak Merokok
"MK adalah harapan terakhir demokrasi yang diharapkan dapat menjamin keadilan dan kedaulatan rakyat atas hasil Pilkada," kata Khoirunnisa dalam keterangan tertulisnya, Selasa (26/1/2021).
Berkenaan dengan itu pula, Perludem memberikan beberapa catatan.
Di antaranya, meminta MK memastikan ssetiap proses serta hasil pilkada diperoleh dari proses yang memang berintegritas.
Baca juga: Komisi II DPR Beri Penjelasan Soal Jadwal Pilkada 2022 dan 2023 dalam Draf RUU Pemilu
Sebagai lembaga peradilan terakhir dalam sengketa hasil pemilihan, MK diharapkan tidak cuma melihat, memeriksa dan memutus variabel perselisihan angka.
Tapi juga penting memeriksa substansi pilkada dan proses penegakan hukum selama pilkada berlangsung.
"Penting bagi Mahkamah untuk memeriksa substansi pilkada dan proses penegakan hukum selama pilkada berlangsung," katanya.
Baca juga: MK Jadi Gerbang Terakhir Penyelesaian Sengketa Pilkada
Selain itu, MK beserta segenap sistem pendukungnya diharapkan bisa mengantisipasi tindakan dan perbuatan yang dapat merusak integritas Mahkamah.
Bagi pihak yang berperkara, Perludem meminta untuk menghormati, mematuhi dan melaksanakan putusan MK dengan itikad baik.