TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gelanggang politik Indonesia mengenal Basuki Probowinoto, salah seorang pendiri Partai Kristen Indonesia (Parkindo).
Ia kelahiran Purwodadi pada 19 Januari 1917 dan meninggal pada tahun 1989 dalam usia 72 tahun.
Jasa-jasa Basuki Probowinoto bagi bangsa dan negara tak diragukan lagi.
Sebagai pendeta, ia berani mengumpulkan beberapa tokoh Kristen untuk membentuk wadah bagi perjuangan kemerdekaan.
Ia pun bergerak aktif mengorganisasi kegiatan sosial dan politik untuk Kemerdekaan Indonesia.
Karena itu Pusat Studi Heritage Nusantara Universitas Kristen Satya Wacana menggelar webinar dengan tema "Legasi Probowinoto untuk Bangsa dan Negara."
Hadir dalam webinar ini politisi senior Sabam Sirait, Rektor ke-3 UKSW Willy Toisuta, penulis buku biografi Probowinoto Niko Kana, serta Bernard Naionggolan dan Robert Sitorus dari Yayasan Komunikasi Indonesia (YKI)
Dalam webinar ini hadir pula para generasi muda dan politisi muda Kristen, aktivis gereja maupun PP GMKI, para senior GMKI serta alumni UKSW.
Baca juga: Sabam Sirait Apresiasi Langkah Kapolri Listyo Sigit Sambangi NU dan Muhammadiyah
Mereka semua pun menggambarkan betapa pikiran-pikiran dan tindakan Probowinoto memiliki dampak bagi perjalanan bangsa Indonesia.
Menurut Willy Toisuta, di antara kontribusi Probowinoto adalah merintis dan mengembangkan teologi sosial, enterpreneurship university, juga pemikiran kebangsaannya yang mandiri dan unik, serta non-kompromistis pada apa yang dianggapnya benar.
Sementara Sabam Sirait mengatakan bahwa pemikiran-pemikiran Probowinoto selalu autentik dan berkontribusi besar bagi bangsa melui Parkindo dan pendidikan maupu kesehatan.
Di masa-masa awal Kemerdekaan misalnya, Probowinoto memiliki posisi sendiri yang bisa disebut sebagai non-kooperatif-kritis.
Probowinoto memegang prinsip bahwa Gereja harus menjadi Indonesia karenanya harus terlepas dari Gereja di Belanda.
Maka tak heran, gereja-gereja di Jawa yang berada di bawah pengaruh Probowinoto melepaskan diri dari gereja Belanda.
Probowinoto melakukan gebrakan dengan mendirikan Permoesyawaratan Gereja-gereja Protestan, bersama dengan A.M.Tambunan. Probowinoto juga mendirikan Parkindo pada November 1945.
Perjuangan Probowinoto sangat tidak ringan.
Setelah memenangkan negosiasi untuk dekolonialisasi gereja” di konferensi Kwitang ia harus menghadapi forum Sidang Sinode GKN di Endhoven tahun 1948.
Sikap Probowinoto ini konsisten ketika DGI/PGI dibentuk 1950, ia berdebat dengan Rumambi terkait pasal 5 AD yang memasukan perwakilan zending dalam struktur.
Probowinoto “menang” dan pasal itu dihilangkan, tetapi kemudian diatur bahwa zending bisa masuk ke Indonesia melalui kemitraan. Jadi, yang dibentuk adalah lembaga kemitraan.