TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Survei Indikator Politik Indonesia mencatat 63,2 persen publik menginginkan Pilkada 2022 dan 2023, tidak dilaksanakan berbarengan dengan Pilpres maupun Pileg pada 2024.
Hal tersebut tercermin dari survei Indikator Politik Indonesia yang dilakukan pada 1-3 Februari 2021, melalui sambungan telepon dengan responden.
Sebanyak 1200 responden dipilih secara acak. Margin of error survei kurang lebih sebesar 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
"Warga umumnya (63,2 persen) menghendaki agar pemilihan presiden dan anggota legislatif dipisah waktunya dengan Pilkada," ujar Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi saat memaparkan hasil survei secara daring, Senin (8/2/2021).
Baca juga: Mahkamah Konstitusi Harus Berani Keluar dari Kungkungan Pasal 158 UU Pilkada
Sementara publik yang setuju Pilkada dilaksanakan serentak dengan Pilpres dan Pileg di 2024, sebanyak 28,9 persen, dan tidak menjawab sebanyak 7,9 persen.
Adapun alasan publik tidak ingin Pilkada diserentakkan dengan Pilpres dan Pileg 2024, karena tidak ingin terulang kembali peristiwa Pemilu 2019 yang memakan banyak korban jiwa dari petugas di lapangan.
"Warga umumnya menghendaki agar bercermin pada pelaksanaan pemilu 2019. Rakyat tidak menerima banyak korban dari pihak pelaksana pemilu serentak 2019 (59,9 persen). Pemilih berharap pemilu serentak seperti 2019 tidak kembali diulang (71,8 persen)," paparnya.