TRIBUNNEWS.COM - Belakangan ini viral di media sosial mengenai logo bertanda khusus untuk penyandang tunarungu dan tuli.
Pada gambar masker yang tersebar di Twitter tersebut terdapat logo bergambar telinga beserta alat bantu dengar.
Postingan tersebut diunggah oleh pemilik akun Twitter @puspawarna.
Puspa mengungkapkan, logo khusus tersebut sebenarnya tidak hanya untuk sobat tuli (bawaan lahir).
Melainkan juga untuk saudara kita yang memiliki gangguan pendengaran dan bagi yang memiliki hambatan dalam berkomunikasi tanpa membaca gerak bibir lawan bicaranya.
"Logo khusus tersebut sebenarnya tidak hanya untuk sobat tuli (bawaan lahir). Melainkan untuk semua saudara-saudara kita yang memang memiliki gangguan pendengaran, hingga mengalami hambatan dalam berkomunikasi tanpa membaca gerak bibir kawan bicaranya." terangnya saat dihubungi oleh Tribunnews.com Rabu (10/2/2021)
Tidak hanya itu, ia juga memberikan alasan penggunaan istilah tunarungu bukan sobat tuli.
Baca juga: Fakta-fakta Viral Pria yang Enggan Bayar COD Padahal Paketnya Sudah Dibuka
Baca juga: Viral Masker Dengan Logo Khusus Untuk Tuna Rungu, Simak Penjelasannya
"Kami menggunakan istilah tunarungu (bukan sobat tuli), dengan merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) untuk makna istilah tunarungu tersebut," bebernya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti dari tunarungu adalah tidak dapat mendengar.
Lantas sebutan tuli dan atau tunarungu, mana yang lebih tepat?
Berikut akan dibahas persepsi kata tuli dan tunarungu dari berbagai sudut pandang, beserta seluk beluk budaya dan sejarah yang melekat pada komunitas tuli dilansir oleh usd.ac.id:
Dalam KBBI, tunarungu artinya rusak pendengaran dan dianggap lebih baik, halus, sopan, dan formal.
Sementara tuli tidak dapat mendengar karena rusak pendengarannya dan terkesan lebih kasar.
Namun, secara penulisan, Tuli dengan huruf kapital (T) menurut komunitas Tuli sendiri dipandang lebih sopan dan mereka lebih nyaman dipanggil dengan sapaan tuli dibandingkan dengan tunarungu.
Hal ini disebabkan, karena penulisan Tuli dengan Huruf kapital (T) sekaligus sapaan Tuli menunjukkan identitas orang Tuli sebagai sebuah kelompok masyarakat yang mempunyai identitas, memiliki bahasa, dan budayanya tersendiri.
Sedangkan, tunarungu dianggap sebagai sebuah keharusan untuk mengoptimalkan kemampuan pendengarannya dengan berbagai cara agar menyerupai orang-orang yang dapat mendengar.
Kebanyakan orang menganggap bahwa tuli dan tunarungu memiliki kesamaan makna.
Padahal pada kenyataannya kedua istilah tersebut memiliki perbedaan.
Mereka menjadikan bahasa isyarat sebagai bahasa ibu.
Meskipun demikian, tidak semua orang tuli memiliki kemampuan berkomunikasi yang sama.
Ada yang hanya bisa menggunakan oral saja untuk berkomunikasi, ada yang hanya bisa menggunakan isyarat saja, ada pula yang bisa kedua-duanya, bahkan ada juga yang tidak bisa kedua-duanya (karena mereka tidak pernah sekolah).
Baca juga: Viral Motor Remaja Ini Ditabrak saat Buat Konten TikTok, Sempat Cemas Karena Tudingan Warganet
Baca juga: VIRAL Nenek 70 Tahun Diduga Dibuang Keluarganya di Pinggir Jalan, Begini Faktanya
Tuli dalam kedokteran dibagi atas 3 jenis:
- Gangguan Dengar Konduktif
Gangguan dengar yang disebabkan kelainan di telinga bagian luar dan/atau telinga bagian tengah, sedangkan saraf pendengarannya masih baik, dapat terjadi pada orang dengan infeksi telinga tengah, infeksi telinga luar atau adanya serumen di liang telinga.
- Gangguan Dengar Saraf atau Sensorineural
Gangguan dengar akibat kerusakan saraf pendengaran, meskipun tidak ada gangguan di telinga bagian luar atau tengah.
- Gangguan Dengar Campuran
Gangguan yang merupakan campuran kedua jenis gangguan dengar di atas, selain mengalami kelainan di telinga bagian luar dan tengah juga mengalami gangguan pada saraf pendengaran.
Untuk menentukan jenis dan derajat ketulian dapat diperiksa dengan audiometri.
Disamping dengan pemeriksaan audiometri, ambang respon seseorang terhadap bunyi dapat juga dilakukan dengan pemeriksaan BERA (Brainstem Evoke Response Audiometry), dapat dilakukan pada pasien yang tidak dapat diajak komunikasi atau anak kecil.
Informasi lainnya yang perlu diketahui ialah Tuli memiliki tingkatan gangguan yang berbeda-beda. Sehingga berikut akan dipaparkan secara singkat klasifikasi gangguan pendengaran antara lain:
1. Gangguan pendengaran sangat ringan (27-40 dB)
2. Gangguan pendengaran ringan (41-55 dB)
3. Gangguan pendengaran sedang (56-70 dB)
4. Gangguan pendengaran berat (71-90 dB)
5. Gangguan pendengaran ekstrem/tuli (di atas 91 dB).
(Tribunnews.com/Ranum Kumala Dewi)