Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengisyaratkan akan menjerat Anggota Komisi II DPR RI Ihsan Yunus dengan pasal berbeda dalam kasus dugaan suap pengadaan bantuan sosial (bansos) Covid-19.
“Kita bedakan Pasal 2 dan pasal suap. (Kasus Ihsan Yunus) lebih kompleks yang Pasal 2, sehingga kami perlu pelan-pelan, dan tentunya itu juga ada landasannya kita melakukan tindakan itu," ujar Deputi Penindakan KPK Karyoto saat dikonfirmasi, Selasa (16/2/2021).
Pasal 2 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sering dipakai KPK untuk menjerat perkara yang perbuatannya memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Baca juga: Jaksa KPK Limpahkan Berkas Penyuap Eks Mensos Juliari ke Pengadilan Tipikor Jakarta
Sementara dugaan suap terdapat dalam rumusan pasal 5, Pasal 12 dan Pasal 13 UU Pemberantasan Korupsi.
Karyoto menolak berandai-andai kapan Ihsan Yunus diumumkan tersangka.
Hal pasti katanya, kini KPK sedang menguatkan bukti-bukti.
"Kita kembali dasarnya sedang kami persiapkan; mau lidik, mau apa, sedang kami persiapkan. Nanti kan kami bisa mulai dengan permintaan keterangan dan lain-lain,” kata Karyoto.
Indonesia Corruption Watch (ICW) sebelumnya meminta KPK mengusut tuntas dugaan keterlibatan Anggota DPR dari Fraksi PDIP Ihsan Yunus dalam kasus suap pengadaan bansos Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020.
Nama Ihsan Yunus, mantan Wakil Ketua Komisi VIII DPR, mencuat sebagai salah satu pihak yang terlibat dalam kasus rasuah yang menjerat mantan Juliari Peter Batubara.
Baca juga: KPK Ingatkan Janji Kampanye Gubernur Kaltara Bikin Pemerintahan Bersih
Bahkan, dalam rekonstruksi yang digelar KPK, dua pekan lalu, terungkap Ihsan melalui operatornya, Agustri Yogasmara atau Yogas, menerima uang sekitar Rp 1,5 miliar dan sepeda mewah merek Brompton dari Harry Van Sidabuke yang telah menyandang status tersangka pemberi suap.
Dalam rekonstruksi itu, terungkap pula peran Ihsan Yunus yang kini duduk di Komisi II DPR.
Dalam satu adegan reka ulang, Ihsan Yunus yang diperagakan pemeran pengganti menemui Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam (PSKBA) Kementerian Sosial Syafii Nasution di kantornya pada Februari 2020.
Pertemuan turut dihadiri Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemensos Matheus Joko Santoso yang telah menyandang status tersangka.
Peneliti ICW Dewi Anggraeni memandang peran dan keterlibatan Ihsan Yunus sudah sangat jelas.
KPK, katanya, telah mengantongi bukti permulaan yang cukup mengenai peran dan keterlibatan Ihsan dalam kasus ini.
Untuk itu, KPK seharusnya tidak ragu menjerat Ihsan.
Baca juga: KPK Terima Titipan Tahanan Kasus Asabri dari Kejagung
"Itu sudah dua alat bukti dan juga terbukti jelas perannya Ihsan. Maka ICW mendesak KPK segera masuk ke tahap baru. Karena sejauh ini kan KPK bisa dikatakan agak kurang serius ya kalau menangani politikus," kata Dewi.
Dewi menegaskan, KPK tak perlu menunggu hingga penyidikan perkara yang menjerat Juliari rampung atau hingga berkekuatan hukum tetap.
Menurutnya, penyidikan Ihsan dan Juliari dapat berjalan beriringan.
Apalagi, kasus yang diduga melibatkan Ihsan masih satu rangkaian dengan kasus suap bansos yang menjerat Juliari.
"Kasus yang sedang ditangani KPK itu bisa berkembang lalu bisa ditetapkan tersangka lagi selama sudah memenuhi aturan. Kalau KPK menyatakan pendapat seperti itu (menunggu rampungnya berkas Juliari), malah harus dipertanyakan ulang, kasus Juliari dan, misalnya, kasus Ihsan, kan bukan kasus berbeda, kenapa harus dibedakan penanganannya?” katanya.