Masih berkaitan dengan KUHP, larangan akan kegiatan penjualan minuman keras oplosan telah diatur dalam Pasal 204: (1) barang siapa yang menjual, menyerahkan, menawarkan atau membagi-bagikan barang yang diketahuinya membahayakan nyawa atau kesehatan orang, sedangkan sifat berbahayanya itu tidak diberitahukannya maka diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun dan ayat; (2) bila perbuatannya tersebut menyebabkan orang mati, maka yang bersalah diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama dua puluh tahun lamanya. Pasal tersebut berkaitan dengan miras oplosan.
Tak hanya itu, Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2019 Tentang Perubahan Keenam atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-Dag/Per/4/2014 Tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol, juga memberikan batasan yang sangat ketat terhadap perdagangan dan peredaran minuman beralkohol.
"Apakah Pemerintah dapat memberikan jaminan mengenai takaran alkohol dalam minuman yang diklaim sebagai budaya dan kearifan ini?" tanya senator Papua Barat tersebut.
Baca juga: Aksi Bripka Sudarsih Hentikan Langkah Bandar Narkoba Meski Kepala Sudah Berdarah-darah Kena Bacok
3. Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti mengatakan, pemerintah sebaiknya lebih bijak dan mendengar aspirasi masyarakat yang keberatan dengan Perpres tersebut.
Pihaknya meminta agar pemerintah tidak hanya melihat dari sisi ekonomi terkait penarikan industri minuman keras dari daftar negatif investasi.
"Sebaiknya Pemerintah tidak hanya mempertimbangkan aspek ekonomi saja, tetapi juga dampak kesehatan, sosial, dan moral bangsa," kata Mu'ti, Senin (1/3/2021).
Menurutnya, pemerintah selain bertanggung jawab menciptakan kesejahteraan material, juga berkewajiban menjaga dan membina moralitas masyarakat.
Hal senada juga dikemukakan Ketua Pimpipinan Pusat Muhammadiyah, Anwar Abbas yang mengaku kecewa dengan kebijakan pemerintah terkait Perpres tersebut.
Anwar Abbas menilai, kebijakan di atas tidak lagi melihat aspek menciptakan kebaikan dan kemaslahatan bagi masyarakat luas, tetapi hanya memperhitungkan aspek investasi semata.
"Saya melihat dengan adanya kebijakan ini, tampak sekali bahwa manusia dan bangsa ini telah dilihat dan diposisikan oleh pemerintah dan dunia usaha sebagai objek yang bisa dieksploitasi demi keuntungan yang sebesar-besarnya bagi kepentingan pemerintah dan dunia usaha," ujarnya, dikutip dari situs Muhammadiyah.
4. Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil
Sementara itu, sikap yang sama juga ditunjukkan oleh Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Said Aqil Siroj.
Pihaknya dengan tegas menolak rencana pemerintah yang menjadikan industri minuman keras (miras) keluar dari daftar negatif investasi.