TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj mengatakan Undang-undang Cipta Kerja lahir tanpa masukan dari masyarakat.
Lahirnya lampiran Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang mengatur soal investasi minuman keras, menurut Said Aqil, muncul karena pemerintah tidak melibatkan ormas-ormas keagamaan.
"Konsep omnibus law ini tidak pernah mengajak ormas lain. Enggak NU, enggak Muhammadiyah, enggak ormas lain atau dari perguruan tinggi. Enggak ada. Setahu saya begitu. Ini salah satu akibat dari UU Cipta Kerja ini," ucap Said Aqil di Kantor PBNU, Jln Kramat Raya, Jakarta Pusat, Selasa (2/3/2021).
Baca juga: Tegaskan Haramnya Miras, PBNU: Tidak Mungkin Dicari Jalan Supaya Halal
Dirinya mengatakan bahwa UU Cipta Kerja hanya dibahas oleh sekelompok orang saja. Tidak ada partisipasi masyarakat dalam pembahasannya.
Sehingga UU Cipta Kerja hanya mengakomodir kepentingan dari para kapitalis.
"Saya sampaikan dengan omnibus law ini antara lain dengan turunan ini, karena kan omnibus law itu digodok oleh sekelompok orang itu saja. Tidak ada orang lain. Kita tahu lah, kaum kapitalis kira-kira. Maka tidak pernah berbicara pertimbangan selain pertimbangan keuntungan kapitalis," kata Said.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya memutuskan mencabut lampiran Peraturan Presiden terkait pembukaan investasi baru dalam industri minuman keras yang mengandung alkohol.
"Saya putuskan lampiran Perpres terkait pembukaan investasi baru dalam industri minuman keras yang mengandung alkohol saya nyatakan dicabut," kata Presiden.
Aturan mengenai investasi miras diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.
Aturan tersebut menuai protes dari sejumlah kalangan termasuk organisasi kemasyarakatan (Ormas) Islam.
Keputusan tersebut, kata Jokowi diambil setelah menerima masukan-masukan dari ulama-ulama dan Ormas Islam. Baik itu ulama MUI, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah dan ormas-ormas lainnya.