News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Jokowi Heran Ajakan Benci Produk Luar Negeri Menjadi Ramai

Penulis: Taufik Ismail
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Joko Widodo (Jokowi) heran dengan pernyataannya benci produk asing atau produk luar negeri menjadi ramai.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Taufik Ismail

TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) heran dengan pernyataannya benci produk asing atau produk luar negeri menjadi ramai.

Menurutnya bahwa hak kita untuk tidak menyukai produk luar negeri.

"Kemarin saya sampaikan untuk cinta produk Indonesia, untuk bangga terhadap produk Indonesia, dan boleh saja kita ngomong tidak suka pada produk asing, masa enggak boleh kita engga suka, kan boleh saja tidak suka pada produk asing. Gitu aja ramai. saya ngomong benci produk asing gitu aja ramai.," kata Jokowi dalam sambutan Rapat Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI) masa bakti 2019-2022, di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Jumat, (5/3/2021).

Menurut Presiden permintaan agar cinta produk dalam negeri dan benci produk asing tersebut agar perbaikan Ekonomi Indonesia melalui peningkatan permintaan tidak hanya menguntungkan produk-produk luar negeri saja. Tapi juga harus meningkatkan konsumsi produk dalam negeri.

"Agar tercipta efek domino sehingga dorongan untuk menggerakkan roda ekonomi di dalam negeri semakin besar," kata Jokowi.

Ketika Presiden Jokowi Serukan untuk Benci Produk Luar Negeri

Sebelumnya, Presiden Jokowi meminta Kementerian Perdagangan untuk menggaungkan ajakan untuk cinta produk dalam negeri.

Hal itu disampaikan presiden dalam pembukaan Rapat Kerja Kementerian Perdagangan di Istana Negara, Jakarta, Kamis (4/3/2021).

"Produk-produk Indonesia harus terus digaungkan. Produk-produk dalam negeri gaungkan," kata Presiden Jokowi.

Baca juga: Info BMKG: Gelombang Tinggi Hari Ini 5 Maret 2021, Waspada 7 Perairan Capai 4 Meter

Bahkan kata Presiden selain ajakan untuk mencintai produk dalam negeri, juga turut disertakan ajakan untuk membenci produk luar negeri.

"Gaungkan juga benci produk-produk dari luar negeri. Bukan hanya cinta, tapi benci. Cinta barang kita, benci produk dari luar negeri," kata Presiden.

Dengan seperti itu kata Presiden maka masyarakat Indonesia dapat menjadi konsumen yang loyal untuk produk-produk lokal, produk-produk dalam negeri. Jumlah penduduk Indonesia sangat besar yang seharusnya dapat menjadi potensi pasar yang besar pula bagi produk-produk dalam negeri.

Baca juga: POPULER INTERNASIONAL: Meghan Markle Dituduh Lakukan Bullying | Gadis yang Ditembak Militer Myanmar

"Karena penduduk Indonesia berjumlah lebih 270 juta jiwa. Seharusnya adalah konsumen yang paling loyal untuk produk-produk kita sendiri. Sebanyak 270 juta adalah jumlah yang besar, pasar yang besar," kata Presiden.

Presiden menekankan bahwa tahun 2021 merupakan tahun pemulihan ekonomi.

Target pertumbuhan ekonomi 5 persen harus benar benar tercapai. Oleh karenanya ia meminta rencana kerja Kemendag harus bisa berkontribusi dalam pemulihan ekonomi tersebut.

"Sekali lagi tahun 2021 adalah tahun pemulihan yang harus dilandasi dengan semangat dan optimisme. Untuk itu secara khusus saya meminta seluruh jajaran Kemendag untuk tidak hanya bekerja normatif. Namun harus ada terobosan-terobosan kreatif, harus ada terobosan inovatif," ujarnya.

Mantan Gubernur DKI Jakarta ini juga meminta Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk memperluas pasar ekspor. Presiden ingin ekspor tidak hanya ke negara Uni Eropa dan Amerika Serikat.

Baca juga: Syarat Baru Kartu Prakerja, Peserta Wajib Tonton Video Berdurasi 3 Menit

"Saya minta pasar-pasar non-tradisional harus terus diperluas. Ini bertahun-tahun selalu kita arahnya selalu Uni Eropa, Amerika, jangan terjebak pada pasar ekspor yang itu-itu saja," kata Jokowi.

Sekarang ini kata Kepala negara terdapat negara-negara yang sangat potensial untuk menjadi pasar ekspor produk Indonesia. Jokowi meminta negara-negara potensial tersebut digarap secara serius.

"Banyak negara-negara yang tumbuh ekonominya lebih dari 5 persen, di Afrika, di Asia Selatan, di Eropa timur, dan negara-negara lainnya. Harus diseriusi," kata Presiden.

Presiden mengaku bersyukur bahwa kinerja ekspor luar negeri sekarang ini cukup baik. Berdasarkan laporan yang disampaikan Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi neraca perdagangan tahun 2020 mengalami Surplus 21,7 milar USD.

"Surplus. Karena yang lalu-lalu selalu kita nggak pernah yang namanya surplus," katanya.

Presiden menekankan bahwa tahun 2021 merupakan tahun pemulihan ekonomi. Target pertumbuhan ekonomi 5 persen harus benar benar tercapai. Oleh karenanya ia meminta rencana kerja Kemendag harus bisa berkontribusi dalam pemulihan ekonomi tersebut.

"Sekali lagi tahun 2021 adalah tahun pemulihan yang harus dilandasi dengan semangat dan optimisme. Untuk itu secara khusus saya meminta seluruh jajaran Kemendag untuk tidak hanya bekerja normatif. Namun harus ada terobosan-terobosan kreatif, harus ada terobosan inovatif," pungkasnya.

Penjelasan Mendag

Sementara itu, Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengatakan, pernyataan Presiden soal kampanye benci produk luar negeri karena terpicu cerita yang ia bagikan sesaat sebelum acara di mulai, yakni tentang fenomena UMKM Indonesia yang terdampak produk impor melalui perdagangan digital.

“Jadi ingin meluruskan bahwa ini adalah laporan saya ketika memohon beliau untuk membuka Rapat Kerja Kemendag dua hari lalu, dan tadi sempat menjadi pembicaraan sebelum masuk ke acara tersebut,” ujarnya dalam konferensi pers Rapat Kerja Kemendag 2021, Kamis (4/3/2021).

Laporan yang disampaikan Lutfi kepada Kepala Negara ialah mengenai praktik predatory pricing melalui platform e-commerce global.

Adapun predatory pricing adalah strategi penjualan dengan mematok harga yang sangat rendah sehingga menarik pembeli. Tujuannya untuk menyingkirkan pesaing dari pasar dan mencegah pelaku usaha lain masuk ke pasar yang sama.

"Jadi harga yang sengaja dibuat untuk membunuh kompetisi. Ini membuat tidak terjadi keadilan atau kesetaraan dalam perdagangan," kata dia.

Praktik predatory pricing tersebut, lanjut Lutfi, diperkuat dengan sebuah tulisan yang dikeluarkan oleh lembaga internasional.

Tulisan itu mengungkapkan hancurnya UMKM asal Indonesia yang bergerak di bisnis fesyen muslim yaitu penjual kerudung atau hijab akibat praktik predatory pricing yang dilakukan pihak asing.

Didukung DPR

Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin mendukung rencana pemerintah yang berusaha untuk mengkampanyekan produk dalam negeri dibandingkan produk luar negeri di berbagai titik lokasi di wilayah indonesia.

"Tentunya seruan ini harus sinergis dengan upaya pemerintah dalam mendukung para pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dari sisi permodalan dan pendampingan strategi pemasaran," ujar Azis.

Azis menjelaskan bahwa UMKM mengalami dampak yang cukup berat. Menurutnya dampak kali ini tidak seperti pada krisis 1998 yang mampu membangkitkan pemulihan ekonomi.

Oleh karenanya, kata dia, UMKM harus dimudahkan dengan mendirikan Perseroan Terbatas (PT) berbadan hukum.

"Pemerintah serta Forkompinda harus dapat sinergis untuk mempermudah memberikan izin bagi para pelaku UMKM di berbagai daerah, sehingga seruan Presiden Jokowi dapat diterapkan sampai tingkat paling bawah di daerah terpencil," kata dia.

Politikus partai Golkar itu juga meminta masyarakat tidak terlalu apatis terhadap produk luar negeri yang hadir di tengah masyarakat. Hal itu menurutnya guna mencegah terjadinya salah penafsiran di masyarakat.

"Kita singkirkan produk luar bukan berarti merusak kehadiran produk luar negeri yang ada di tengah masyarakat, tapi dengan cara membeli, mencintai serta menggunakan produk dalam negeri. Sehingga ekonomi bangkit dan harapan Presiden Jokowi dapat terwujud," pungkas Azis.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menilai, produk dalam negeri harus bisa bersaing dengan produk luar negeri.

Menurut Hariyadi, untuk bisa menumbuhkan kecintaan masyarakat pada produk dalam negeri maka perusahaan dalam negeri harus terus berinovasi serta membaca keinginan pasar agar produk yang diproduksi bisa diserap oleh masyarakat.

"Misalnya batik ya, itu motifnya banyak dibajak China, lalu mereka jual lebih murah dengan kuantitas banyak. Mereka hanya bisa memodifikasi dari kita, maka kita harus lebih inovatif dengan membaca tren pasar orang Indonesia, tinggal kepintaran kita membaca apa yang diinginkan pasar," ujar Hariyadi.

Hariyadi lebih lanjut mengatakan, perusahaan dalam negeri dan Usaha Kecil Menengah (UKM) sebisa mungkin tidak memilih mengeluarkan produk yang sama dengan produk dari luar negeri. Seperti produk buatan China misalnya.

"Kalau bicara perusahaan dalam negeri dan UKM ya, kita harus pintar memilih produk yang tidak head to head dengan produk China yang masif dan murah. Kita harus pintar mengambil sisi-sisi yang tidak harus berkompetisi dengan mereka tapi punya nilai jual tinggi," jelasnya.

Hariyadi menilai, ungkapan Presiden Jokowi untuk membenci produk asing dilakukan untuk menaikkan kesadaran masyarakat agar lebih memilih produk dalam negeri. Maka untuk bisa menciptakan loyal customer, Hariyadi mengatakan perusahaan dalam negeri harus bisa menciptakan produk dengan kualitas apik dan harga yang terjangkau.

"Pertama orang mempertimbangkan pembelian itu dari harga dan kualitas. Lalu kemudian kebutuhan, apakah suatu produk dari segi desain dan fungsinya sesuai kebutuhan masyarakat," tutur Hariyadi.

Saat ini, lanjut Hariyadi, produk dalam negeri yang bersifat artistik makin diminati oleh masyarakat. "Saat ini produk Indonesia bersifat artistik semakin bagus, pasarnya semakin besar," kata dia.(Tribun Network/fik/mam/kps/wly)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini