“Dalam analisis bersama, diperkirakan bahwa pada bulan Mei merupakan transisi musim hujan ke kemarau. Mempertimbangkan kondisi tersebut, perlu untuk dilakukan TMC melalui rekayasa hujan pada awal bulan Maret,” kata Basar.
TMC dilakukan pada waktu tersebut karena pada bulan Maret masih terdapat awan potensial yang dapat disemai menjadi hujan.
Ini sekaligus juga sebagai upaya mengurangi potensi terjadinya karhutla di beberapa daerah yang dalam beberapa waktu ini mengalami kejadian karhutla.
Terlebih masih di masa pandemi COVID-19 dan menjelang bulan Ramadhan untuk menjamin agar masyarakat tidak mendapatkan dampak yang menyulitkan akibat dari karhutla dalam menjalani aktivitas sehari-hari.
Basar berujar TMC terus didorong menjadi salah satu upaya permanen dalam pengendalian karhutla yakni dengan meniru proses yang terjadi di dalam awan melalui aktivitas penyemaian awan (cloud seeding).
Sejumlah partikel higroskopik yang dibawa dengan pesawat sengaja diinjeksikan langsung ke dalam awan agar proses pengumpulan butiran tetes air di dalam awan segera dimulai.
“Dengan kata lain, penyemaian awan bertujuan untuk mempercepat proses tumbukan dan penggabungan butir air di dalam awan sehingga terjadi hujan,” tutupnya.