News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Saat Nama Presiden Jokowi Diseret-seret dalam 2 Kasus di Waktu yang Hampir Bersamaan

Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Joko Widodo (Jokowi).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) terseret dalam dua kasus di waktu yang tak jauh berbeda.

Masih hangat soal konflik di Partai Demokrat yang berbuntut digelarnya Kongres Luar Biasa (KLB) yang menetapkan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko sebagai Ketua Umum versi KLB, nama Jokowi kini juga terseret dalam kasus kandasnya hubungan asmara sang anak, Kaesang.

Dalam kasus Demokrat, Jokowi dianggap membiarkan orang dekatnya melakukan "kudeta" terhadap kepengurusan AHY putra Susilo Bambang Yudhoyono.

Bagaimana kronologi dua kasus tersebut, redaksi Tribunnews.com, coba merangkumnya.

Kandasnya Hubungan Asmara Kaesang dan Felicia

Heboh kandasnya hubungan Kaesang Pangarep-Felicia Tissue masih ramai di dunia maya.

Obrolan kisah asmara Kaesang Pangarep yang kini kecantol wanita berhijab, Nadya Arifta, tak hanya seputar mereka saja, tetapi juga menyinggung Presiden Joko Widodo atau Presiden Jokowi.

Hal ini lantaran status yang diunggah ibunda Felicia Tissue, Meilia Lau, melalui akun media sosialnya juga di-mention ke akun medsos Jokowi.

Karena itulah, wajar jika kemudian komentar sejumlah netizen (warganet) juga menyingung-nyinggung Presiden Jokowi atau dengan kata lain nama Jokowi terseret kisah asmara Kaesang Pangarep.

Orang dekat Presiden Jokowi yang selama ini sering berbicara mewakili Istana pun ikut mengomentari heboh hubungan Kaesang dengan Felicia Tissue dan Nadya Arifta.

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan, Ali Mochtar Ngabalin, turut buka suara mengenai hubungan asmara putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kaesang Pangarep yang tengah menuai sorotan.

Ali meminta permasalahan pribadi antara Kaesang Pangarep dan Felicia Tissue tidak perlu menyeret orang tua.

Sebab, menurut Ali, hubungan asmara seorang anak, biarkan menjadi urusan anak masing-masing.

Sementara, tugas orang tua, hanya mengarahkan dan tidak perlu ikut campur karena anak-anak yang menjalaninya.

"Inilah, jangan bawa-bawa orang tua, jangan dipaksa-paksa," kata Ali Ngabalin saat dihubungi Tribunnews.com, Minggu, (7/3/2021).

Menurut Ali, seharusnya orang tua Felicia tidak perlu ikut campur mengurusi permasalahan asmara anaknya.

Sebab, anaknya sudah dewasa dan bisa menyelesaikan permasalahannya sendiri.

Terlebih, permasalahan hati dalam suatu hubungan juga tidak bisa dipaksakan.

"Kan mereka sudah dewasa, kalau suka sama suka ya mungkin lanjut (hubungannya) kalau tidak suka engga usah dipaksa paksa, jangan emaknya ikut-ikut," kata Ali.

Apalagi, kata Ali, persoalan asmara Kaesang sampai menyeret nama Presiden Jokowi.

Menurutnya, saat ini presiden sedang berkonsentrasi sebagai kepala pemerintah dan kepala negara.

Meski Presiden tidak terganggu, namun menurutnya kurang elok persoalan asmara anaknya sampai membawa-bawa nama Presiden.

"Kurang elok, sudahlah, mereka sudah besar-besar, jangan mengaitkan dengan presiden," katanya.

Gejolak Partai Demokrat

Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat Andi Mallarangeng menyeret nama Presiden Joko Widodo ( Jokowi) dalam prahara kudeta Partai Demokrat.

Hal ini membuat Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin tak terima.

Ali Mochtar Ngabalin berpendapat, nama Jokowi yang terus diseret menandakan Partai Demokrat kehabisan bahan untuk menyelesaikan konflik di internalnya sendiri.

Sebelumnya, Andi Mallarangeng menduga ada campur istana dalam Kongres Luar Biasa ( KLB) Partai Demokrat.

Andi Mallarangeng mempertanyakan kehadiran negara dan Polri dalam kerumunan acara Kongres Luar Biasa ( KLB) Partai Demokrat kubu Moeldoko Cs di Deli Serdang, Sumatera Utara pada Jumat (5/3/2021) kemarin.

Ia mempertanyakan tidak adanya pembubaran dari pihak yang berwenang terkait kegiatan tersebut.

Apalagi, acara itu digelar di tengah pandemi Covid-19.

"Nyatanya walaupun KLB itu tidak ada izin dari Polri, tetap terlaksana, tidak dibubarkan. Ketika kader kami ingin membubarkan KLB tersebut malah dihalangi. Jadi bagaimana ini, dimana negara pada saat itu? Di mana demokrasi bisa ditegakkan," kata Andi Malarangeng dalam diskusi daring, Sabtu (6/3/2021).

Partai Demokrat, kata Andi, menduga presiden Jokowi membiarkan adanya praktik kudeta partai yang dilakukan oleh orang dekatnya di istana.

Atas dasar itu, kegiatan KLB Demokrat kubu Moeldoko Cs dibiarkan tetap berlangsung.

"Masa sih pak Jokowi membiarkan orang yang dekat dengan dia menjadi begal partai atau begal politik semacam itu secara tidak bermartabat. Ketika orang dan kekuasaan mengintervensi partai orang lain yang berada di luar pemerintahan. Apakah kepentingan pribadi atau pasifikasi kepada partai yang sedang beroposisi," ujar dia.

Di sisi lain, dia mempertanyakan sikap diam Presiden Jokowi dalam isu pengambilalihan kepimpinan partai Demokrat tersebut.

"Dia (Moeldoko) mengaku didukung oleh Pak Lurah dan didukung sejumlah menteri yang lain. Maka kami mengirim surat untuk bertanya kepada Presiden Jokowi karena kan dia bosnya tuh. Benar nggak kata-kata Pak Moeldoko ini bahwa dia sepengetahuan dia pak Jokowi dan disetujui sejumlah menteri. Kita tidak percaya," jelas dia.

Menanggapi itu, Tenaga Ahli Utama Kedeputian Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin pun angkat bicara.

Menurut Ali Mochtar Ngabalin, sebagai seorang intelektual Andi Mallarangeng seharusnya mengerti bahwa tidak semua masalah atau urusan dikaitkan dengan Presiden.

"Bang Andi seorang intelektual mengerti tentang ilmu politik, mengerti sosiologi politk, dan sebagainya.

Seharusnya mengerti tidak semua hal bisa dikaitkan dengan istana," kata Ali Mochtar Ngabalin saat dihubungi, Minggu (7/3/2021).

Menurut dia, dengan terus menyeret nama Jokowi, seolah olah Andi Mallarangeng dan lainnya tidak memiliki bahan dalam menyelesaikan masalah di internal partai.

Menurut Ali Mochtar Ngabalin didapuknya Moeldoko sebagai Ketua Umum Demokrat dalam Kongres Luar Biasa ( KLB) di Deli Serdang tidak ada hubungannya dengan pemerintahan.

Adanya Partai kader Demokrat yang meminta Moeldoko menjadi pemimpin partai merupakan urusan pribadi.

"Ada DPC, DPD datang ngopi ke Pak Moeldoko, lalu didapuk sebagai ketua umum, itu pribadi, keputusan pribadi, engga usah dikait-kaitkan dengan Presiden, masa sedikit-sedikit presiden," katanya.

Menurut Ali, Moeldoko merupakan mantan prajurit yang berkarir dari bawah. Sehingga kemudian menjadi Panglima TNI.

Moeldoko tahu etika dan apa yang harus dilakukan saat diminta menjadi ketua umum.

"Tidak usah diajarkan bebek berenang, pak Moeldoko itu Jenderal bintang 4 , doktor cum laude, Mantan Panglima, berkarir dari bawah mengerti dia tentang itu," katanya.

Belakangan Andi balik menepis Ali Mochtar Ngabalin yang menyebutnya menyeret-nyeret Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke konflik Demokrat.

Andi mengaku hanya menanyakan apakah Presiden Jokowi diberitahu oleh Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko terkait acara yang diklaim KLB Demokrat.

"Saya nggak nyeret-nyeret Pak Jokowi, saya hanya mempertanyakan, benar nggak itu, Pak Jokowi tahu nggak bahwa Pak Moeldoko melakukan gerakan-gerakan politik untuk mengambil alih kepemimpinan di Partai Demokrat. Saya mempertanyakan, apakah Pak Moeldoko minta izin nggak dia," kata Andi kepada wartawan, Minggu (7/3/2021).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini