Tidak mudah bagi pihaknya sendiri untuk mengubah stigma dikalangan eksportir Indonesia yang menganggap Pasifik merupakan pasar yang kecil dan penyerapan produk juga tidak banyak.
Tantowi mengkhawatirkan jika stigma tersebut tidak segera diatasi, Indonesia akan dirugikan secara image.
“Pada sisi ini kita tertinggal, padahal di Asia kita adalah ekonomi terbesar dan negara terbesar. Tapi dari level of awareness kita masih dibelakang negara-negara tersebut,” ujarnya.
Padahal, Selandia Baru memiliki penduduk sekitar 5 juta dan termasuk negara yang paling makmur di dunia.
Selandia Baru memiliki GDP USD 206,9 miliar dengan GDP per kapitanya NZD 42.710.
Pertumbuhan ekonomi Selandia Baru bahkan disaat pandemi terus tumbuh, walaupun ada penurunan, namun tetap surplus 1,5 persen.
Selandia Baru memiliki orientasi ekspor, sehingga hampir seluruh produk yang dihasilkan negara ini lebih dari 75 persen diperuntukan untuk mengisi pasar ekspor.
“Selandia Baru sangat aktif dalam perjanjian perdagangan di dunia, termasuk dengan Indonesia,” katanya.
Selandia Baru juga banyak melakukan impor dari berbagai negara, seperti produk makanan jadi, ban mobil yang tidak bisa mereka produksi sendiri.
Namun produk impor dari Indonesia sendiri kalah dibandingkan produk impor dari negara Asia Tenggara lainnya di Selandia Baru.
"Kita kalah diserbu oleh produk serupa dari negara-negara Asia Tenggara lain. Indonesia sedikit sekali. Kami sudah beberapa kali melakukan pendekatan pada produsen kita, namun alasannya seperti yang saya sebutkan tadi," ujarnya.