News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Gejolak di Partai Demokrat

Gerald: Demi Allah Saya Siap Bersaksi kalau KLB itu Tidak Penuhi Syarat

Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gerald Piter Runtuthomas eks Wakil Ketua DPC Kota Kotamobagu, saat memberikan testimoni terkait adanya KLB di Deli Serdang, Senin (8/3/2021)

Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Wakil Ketua DPC Partai Demokrat Kota Kotamobagu Gerald Piter Runtuthomas yang juga merupakan peserta Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Sumatera Utara menyatakan kesaksiannya bahwa KLB yang terjadi adalah ilegal.

Bahkan dirinya meminta kepada Menteri Hukum dan HAM RI (Menkumham) Yasonna Laoly untuk tidak mengesahkan adanya KLB tersebut.

Kesaksian itu diungkapkan dirinya dalam testimoninya sebagai peserta KLB yang ditayangkan dan disaksikan langsung oleh Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) beserta pimpinan DPD dan DPC, Senin (8/3/2021) kemarin.

"Jadi saya minta kepada Bapak Menteri Hukum dan HAM dengan hormat Pak Yasonna agar tidak mengeluarkan keabsahan (KLB itu)," kata Gerald dalam kesaksiannya.

"Apabila bapak (Yasonna Laoly) mengesahkan KLB itu demi Allah saya siap bersaksi sampai pengadilan bahwa KLB tersebut adalah ilegal dan tidak memenuhi syarat," katanya melanjutkan.

Lebih lanjut, Gerald juga menyatakan banyak suara yang tidak sah dalam kongres tersebut.

Kata dia hanya ada 32 suara sah, padahal jumlah peserta yang hadir dalam KLB itu sebanyak 412 peserta.

“Jadi 412 peserta KLB itu yang sah suaranya hanya 32 DPC, yang sisanya ini suara hantu. Seperti saya ini, saya suara hantu karena tidak ada kapasitas,” ungkap Gerald.

Dirinya menegaskan kalau dirinya tidak ada kapasitas sebagai pemilik suara yang sah, karena dalam kepengurusan DPC, Gerald hanya menjabat sebagai wakil ketua DPC.

Sedangkan, syarat sah untuk memiliki suara dalam KLB yang diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) partai harus sebagai ketua.

"Ini kan jadi aneh juga. Sedangkan syarat untuk memilih Ketua Umum dalam syarat Kongres Luar Biasa itu harus 2/3 dari suara sah ketua DPD, ½ Ketua DPC," ungkapnya.

Lebih lanjut, dia menjabarkan tentang kerancuan dalam pemilihan Ketua Staf Presiden (KSP) Moeldoko sebagai Ketua Umum di KLB tersebut.

Baca juga: Kader Sebut Banyak Suara Hantu di KLB Partai Demokrat Sumatera Utara

Kata Gerald, pemilihannya sendiri dilakukan secara voting di dalam sebuah ruangan yang dipimpin oleh pimpinan sidang Jhoni Allen Marbun.

Pada KLB tersebut terdapat dua nama yang dijadikan bakal calon Ketua Umum Partai Demokrat yang baru, yakni KSP Moeldoko dan Marzuki Alie.

"Pemilihan Ketum dalam KLB ini dilakukan secara voting. Ketika ditanya siapa yang akan dipercayakan siapa yang jadi Ketua Umum. Para peserta berteriak Pak Moeldoko," ungkapnya.

Kendati demikian kata Gerald, Jhoni Allen langsung menentukan sikap dengan mengetuk palu dan menetapkan Moeldoko sebagai Ketua Umum tanpa adanya musyawarah.

Tidak hanya itu, dalam KLB tersebut kata Gerald, Ketua Umum terpilih yakni Moeldoko tidak hadir dalam acara tersebut.

"Sementara pak Moeldoko ini tidak ada di tempat musyawarah tidak ada di tempat KLB. Hanya ada pak Marzuki Alie tetapi (Moeldoko) sudah ditetapkan sebagai ketua," katanya.

Keanehan selanjutnya dalam KLB ini kaya Gerald, soal Kartu Tanda Anggota (KTA) Moeldoko sebagai kader Partai Demokrat.

Kata dia, penasbihan keanggotaan dan penetapan KTA Moeldoko sebagai anggota partai dibacakan melalui tata tertib di KLB yang dibacakan Jhoni Allen.

Padahal, sesuai aturan Partai Demokrat, KTA anggota maupun kader harus dibubuhi tandatangan dari Ketua Umum Partai Demokrat.

“Sekarang pertanyaannya, KTA Pak Moeldoko ini siapa yang tandatangan? Kan harus ditandatangani Ketua Umum," tukasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini