TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar menerangkan pentingnya penggunaan dana desa untuk pertumbuhan ekonomi dan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM).Disampaikan Abdul Halim Iskandar saat berdiskusi bersama jajaran redaksi Tribun Network, Senin (8/3) kemarin. Halim menerangkan pentingnya perencanaan pembangunan berbasis masalah. Bukan berbasis keinginan.
"Kalau kita ingin melakukan pembangunan berbasis masalah. Maka kita harus punya data detail," ujar Halim.
Jika bicara tentang desa, kata dia, tidak bisa hanya menggunakan data makro, namun harus menggunakan data mikro. Halim menyontohkan ketika bicara data kemiskinan harus jelas siapa orangnya dan di mana tempatnya. "Termasuk bicara data tentang kesehatan warga masyarakat, siapa yang kena stunting, orangnya di mana, kondisinya bagaimana. Siapa warga yang terkena penyakit kronis dan menahun. Alamatnya mana. Itu harus detail," tuturnya.
Baca juga: Kasus Dana Bansos, Saksi Sebut Pembagian Jatah Paket Bansos Tergantung Permintaan Juliari
Itu yang disebutnya sebagai data mikro. Menurut Halim, kalau bisa mengelola data mikro dengan baik, maka segala permasalahan desa akan terpotret dengan jelas. "Ketika permasalahan desa terpotret dengan jelas, maka rencana pembangunan desa pasti akan tepat, dan penggunaan dana desa akan sesuai seperti yang diharapkan," imbuh Halim.
Berikut petikan wawancara khusus Tribun Network bersama Abdul Halim Iskandar:
Bagaimana kegiatan di desa-desa selama pandemi Covid-19? Lalu apa saja yang tengah dikerjakan Kementerian Desa PDTT?
Pada saat saya dipanggil Pak Presiden tanggal 22 Oktober 2019. Terkait dengan penugasan sebagai Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Dua hal catatan dari Pak Presiden. Pertama, Pak Presiden mensinyalir bahwa dana desa masih dirasakan oleh sebagian elit desa.
Belum dirasakan oleh seluruh warga desa. Maka Pak Presiden berpesan dana desa harus semaksimal mungkin dirasakan seluruh warga desa. Maka Pak Presiden berpesan dana desa semaksimal mungkin dirasakan seluruh warga desa.
Baca juga: Mendes: Setiap Desa Hanya Boleh Punya Satu BUMDes
Saya terjemahkan merasakan ada dua, yaitu menikmati dan mengetahui. Jadi misalnya untuk kelas tertentu depan rumahnya sudah bagus jalannya, listriknya sudah bagus, irigasinya sudah bagus. Maka mereka harus mengetahui pembangunan desa itu banyak yang menggunakan dana desa.
Yang kedua menikmati dari jalan depan rumah tidak bagus menjadi bagus. Dari tidak ada listrik menjadi ada listrik. Dari kebijakan kepala desa menggunakan desa. Dari irigasi pertanian tidak bagus menjadi bagus.
Itu yang saya sebut menikmati. Sehingga dua hal inilah yang menjadi fokus harapan kita. Yang pertama mengetahui itu kuncinya sosialisasi. Yang kedua yang disampaikan oleh Pak Presiden adalah bagaimana dana desa digunakan untuk dua hal.
Pertama pertumbuhan ekonomi, yang kedua peningkatan sumber daya manusia. Nah dua kata kunci ini terus saya pegang untuk melangkah mewujudkan visi misi presiden termasuk keinginan cita-cita presiden membangun Indonesia dari pinggiran atau dari desa.
Baca juga: Mendes Minta Pengelola Desa Wisata Lebih Kreatif Promosi di Media Sosial
Kemudian, saya gunakan untuk memudahkan menjelaskan kepada warga masyarakat ketika bertanya, dana desa itu bisa dipakai apa sih?
Kalau saya jawab satu per satu repot. Saya jawab singkat, dana desa bisa digunakan apa saja kecuali yang dilarang.
Saya ingin membangun cara berpikir yang simpel termasuk kepada para kepala desa. Awal-awalnya mereka bingung, kok tidak jelas gini. Saya jelaskan dana desa bisa digunakan apa saja, apa saja boleh, kecuali yang dilarang. Saya tidak akan ngomong yang dilarang, karena yang dilarang itu sedikit.
Yang saya ngomong, yang boleh. Pertama dana desa digunakan untuuk pertumbuhan ekonomi. Apa saja yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi boleh menggunakan dana desa.
Yang kedua peningkatan sumber daya manusia. Sampean mau bikin apa saja dengan dana desa boleh asal untuk peningkatan SDM. Nah kalau kemudian didetailkan saya jawab satu per satu.
Misalnya boleh tidak dana desa dibangun gapura?
Tidak boleh. Alasannya apa jelas toh, hubungannya apa gapura dengan pertumbuhan ekonomi. Apa hubungannya gapura dengan peningkatan kualitas SDM. Dana desa untuk bangun balai desa? Tidak boleh.
Pagar desa?
Tidak boleh. Lama-lama mereka bisa jawab sendiri apa yang boleh dan apa yang tidak boleh. Dengan saya menjawab pakai rumusnya Pak Presiden, yaitu penggunaan dana desa semaksimal mungkin untuk pertumbuhan ekonomi dan sumber daya manusia.
Dari situ kemudian kita mencoba merumuskan arah kebijakan pembangunan desa daerah tertinggal transmigrasi. Karena di sini ada tiga, desa, daerah tertinggal, sebenarnya desa juga, kemudian transmigrasi sebenarnyya desa juga, tetapi di kluster transmigrasi, desa di kluster di daerah tertinggal. dan desa di luar itu.
Mayoritas desa di luar daerah tertinggal, mayoritas desa di luar transmigrasi, karena itu yang umum kita dekati secara umum, dan yang khusus kita dekati secara khusus.
Oleh karena itu kita ingin mewujudkan apa yang menjadi cita-cita Pak Presiden agar dana desa dirasakan oleh semua warga utamanya warga miskin. Dirasakan dua tadi terjemahan saya, mengetahui bahwa di situ ada dana desa. Digunakan untuk bangun kesejahteraan desa. Kedua merasakan.
Dari situ saya berpikir. Ini konsep yang paling bagus yang dilandingkan di sini, yang pernah digagas oleh 193 negara termasuk Indonesia yang di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang disebut dengan SDGs: Sustainable Development Goals.
Kebetulan Indonesia sudah meratifikasi itu dengan Perpres 59 Tahun 2017 dengan judul Tujuan Pembangunan Berkelanjutan sama. Isinya kan' 17 goals, yaitu desa tanpa kemiskinan. Ini sudah kita landingkan
Sudah kita sederhanakan dari SDGs global kita sederhanakan menjadi SDGs nasional dengan Perpres 59 Tahun 2017 kemudian saya landingkan lagi dengan penggunaan diksi yang lebih sederhana dan juga penggunaan ikon yang lebih mudah dan familiar dimasyarakat.
Maka muncul lah 18 SDGs. Pertama desa tanpa kemiskinan, dua desa tanpa kelaparan, tiga desa sehat dan sejahtera, empat pendidikan desa berkualitas, lima keterlibatan perempuan desa, enam desa layak air bersih dan sanitasi, sampai ke-17, kemudian SDGs yang ke-18 ini murni merupakan improvisasi pengembangan dari kami di Kementerian Desa yang kami sebut kelembagaan desa dinamis dan budaya desa adaptif.
Kenapa ada 18?
Karena kita betul-betul menyadari dan memahami bahwa Indonesia adalah Bhinneka Tunggal Ika, budayanya luar biasa, bahasanya banyak sekali, dan itu tidak boleh hilang.
Yang kedua kita sangat paham bahwa paradigma pembangunan yang paling cepat di Indonesia adalah. Paradigma pembangunan berbasis akar budaya. Nah itu lah makanya kita harus satu SDGs baru yang kita sebut kelembagaan desa dinamis dan budaya desa adaptif.
Kenapa Pancasila sangat melekat di warga Indonesia karena Pancasila akar budaya kita. Hasil penggalian. Itulah di mana-mana saya selalu mengatakan pembangunan desa keluar dari akar budaya masyarakat desa.
Sekarang tidak akan permanen kalau kita membangun dengan paradigma di luar akar budaya. Di samping itu kelembagaan desa kita ini kan' banyak. Maka kita sebut dengan kelembagaan desa dinamis dan adaptif artinya bisa menyesuaikan dengan kondisi kearifan lokal.
Misal KPU minta desa peduli pemilu kan' jadi kelembagaan baru. Ada desa tanggap covid, desa bersinar bersih dari narkoba, semuanya itu dilembagakan di desa.Itu menjawab apa yang ingin dicapai oleh Pak Presiden, membangun Indonesia dari desa dengan dua pesan yang disampaikan kepada saya. Saat beliau memanggil saya pada 22 Oktober.
Terkait kondisi hari ini kita terus melakukan komunikasi virtual karena kondisinya begini hampir tiap minggu saya melakukan webinar dengan kepala desa sesuai tema masing-masing. Jadi misalnya kemarin kita melakukan webinar dengan tema pemutakhiran data.
Karena ini bisa kita harus terwujud kita akan punya peta kondisi obyektif desa hari ini. Dan dengan peta itu kita akan mudah sekali melakukan threatmen dengan level skala desa. Misal bicara kemiskinan, terkadang kan' kompleks sekali. Kita ingin fokus ke skala mikro, data mikro, sehingga penyelesaian tingkat mikro. Dana desa jadi fokus pemanfaatannya.
Selama ini webinar disamping tetap saya kunjungan ke desa. Karena apapun berhubungan dengan masyarakat desa tidak diwakili dengan media seperti ini, harus ada pertemuan dan dialog. Itu saya lakukan dengan tetap mematuhi protokol kesehatan.
Di Kementerian Desa saya punya kebijakan baru tim sapa desa, jadi saya punya 35 personel yang tiap hari pekerjaannya telepon kepala desa, telepon perangkat desa, telepon pendamping desa, tentu tidak semua desa bisa ter-cover tapi berbasis zonasi.
Yang kemudian dari situ terjadi dialog, kita tahu apa permasalahan di situ. Akhirnya muncul pertanyaan dan jawaban, yang kemudian kita share. Ternyata mereka, kepala desa, para perangkat desa punya grup saling sharing, sehingga satu yang bertanya, satu yang dijawab tersebar informasinya. (tribun network/denis destryawan)