Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai vonis yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) terhadap Brigjen Pol Prasetijo Utomo dan Irjen Pol Napoleon Bonaparte dalam kasus red notice Djoko Tjandra terlalu ringan.
ICW membandingkan vonis kedua perwira tinggi Polri itu dengan putusan kasus korupsi seorang kepala desa di Indramayu, Jawa Barat.
"Terkesan mengecilkan pemaknaan kejahatan korupsi yang dilakukan oleh dua perwira tinggi Polri tersebut," ujar Peneliti ICW Kurnia Ramadhana melalui keterangannya, Rabu (10/3/2021).
Dalam perkaranya, Brigjen Prasetijo Utomo divonis hukuman 3,5 tahun penjara ditambah denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan karena terbukti menerima suap 100 ribu dolar AS dari Djoko Tjandra.
Baca juga: ICW Kritisi Vonis Brigejen Prasetijo dan Irjen Napoleon: Pantasnya Penjara Seumur Hidup
Sementara Irjen Napoleon divonis empat tahun penjara ditambah denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan karena menerima suap 370.000 dolar AS dan 200.000 dolar Singapura dari Djoko Tjandra.
Kurnia menyatakan, vonis kedua terdakwa terkesan lebih rendah atau setara dengan hukuman Kepala Desa Wanakaya Jenuri pada Desember 2020 lalu.
Jenuri terbukti melakukan praktik korupsi yang merugikan keuangan negara sebesar Rp168 juta dan divonis 4 tahun penjara.
Padahal, nilai korupsi kedua perkara itu jauh berbeda.
Baca juga: ICW Desak KPK Usut Tuntas Skandal Pajak
"Sedangkan Prasetijo dan Napoleon, dianggap telah menerima dana Rp8,4 miliar dari Djoko Tjandra malah hanya divonis 3 tahun 6 bulan penjara dan 4 tahun penjara," kata Kurnia.
ICW beranggapan, vonis yang pantas dijatuhkan kepada Prasetijo dan Napoleon adalah penjara seumur hidup. Keduanya juga layak diberi sanksi denda sebesar Rp1 miliar.
Alasannya, pertama, ketika melakukan kejahatannya Prasetijo dan Napoleon mengemban tugas sebagai penegak hukum.
"Tentu, praktik suap-menyuap yang ia lakukan dengan sendirinya meruntuhkan citra Polri di mata masyarakat," kata Kurnia.
Kedua, Prasetijo dan Napoleon selaku penegak hukum malah bekerja sama dengan buronan.