TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Pengamat Politik Ubedilah Badrun memprediksi pemerintah tidak akan bermanuver dalam menyelesaikan konflik partai Demokrat.
Pemerintah melalui Menteri Koordinator bidang Polhukam Mahfud MD dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyebut akan menggunakan UU Partai Politik dan AD/ART Partai Demokrat hasil Kongres ke-5 tahun 2020 untuk menilai hasil kongres luar biasa (KLB) Deli Serdang, Sumatera Utara.
Hal itu menurutnya, isyarat kuat bahwa pemerintah tidak tertarik untuk melakukan manuver politik yang beresiko tinggi.
"Terlalu beresiko jika pada saat krisis seperti ini, Pemerintah mengesahkan KLB ilegal, apapun alasannya. Potensi gejolak politiknya terlalu besar" katanya, Jumat, (12/3/2021).
Baca juga: Kubu Moeldoko Berencana Laporkan AHY ke Polisi, Demokrat: Sedikit-sedikit Bawa ke Ranah Hukum
Menurut dia, apabila pemerintah melakukan manuver politik dalam konflik Demokrat yang artinya memberikan ruang bagi kubu KLB Deli Sedang, maka akan berpotensi menimbulkan turbulensi politik yang kencang.
Karena, publik dapat melihat kubu mana yang bersungguh-bersungguh mempertahankan partai.
"Melihat bagaimana AHY dengan cepat dan kompak melakukan konsolidasi DPD, DPC dan para anggota F-PD DPRD se-Indonesia, dibandingkan dengan para mantan kader pelaku KLB ilegal yang tampak jelas tidak punya massa yang riil, Pemerintah berpotensi menimbulkan turbulensi politik yang tidak perlu, namun magnitude-nya besar sehingga mengganggu fokus penyelesaian pandemi serta mengatasi krisis ekonomi," katanya.
Baca juga: Moeldoko Belum Muncul Usai Jadi Ketum Demorkat KLB, Jhoni Allen: Beliau Utamakan Tugas Kenegaraan
Sementara itu pendiri LSM Lingkar Madani Ray Rangkuti yakin bahwa pencaplokan Partai Demokrat bukan merupakan agenda pemerintah.
menurut dia pemerintah tidak memiliki kepentingan atau mendapatkan keuntungan dengan konflik yang terjadi di partai berlambang mercy itu.
"Tidak menguntungkan bagi Pemerintah untuk mengesahkan KLB ilegal yang beresiko menimbulkan gejolak politik, padahal ini tidak lebih dari ambisi pribadi salah satu pembantu Presiden." katanya.
Baca juga: Gatot Nurmantyo Akui Sempat Diajak Jadi Ketua Demokrat versi KLB, Jhoni Allen: Jangan Asal Bunyi
Ray sendiri berpendapat bahwa gejolak yang terjadi di Partai Demokrat karena ulah para makelar politik.
Mantan Panglima TNI sekaligus Kepala Staf Presiden Moeldoko telah terbuai dengan janji-janji para makelar politik tersebut.
"Orang seperti pak Moeldoko sudah terlalu terbiasa bekerja pada tataran strategis sehingga luput atau tidak sempat mengecek pelaksanaannya di lapangan. Inilah yang jadi ladang subur bagi para makelar politik untuk mengumbar janji guna mencari pendanaan, lalu membuat laporan Asal Bapak Senang," katanya.
Ray menyarankan agar Pemerintah konsisten menggunakan dasar hukum yang obyektif dalam memutuskan perkara ini, untuk menjaga kepastian hukum dan kestabilan politik. Jangan sampai menurutnya kasus Demokrat memperburuk Indeks Demokrasi di Indonesia yang akan berpengaruh pada iklim investasi.