TRIBUNNEWS.COM - Berikut ini penjelasan mengenai apa itu Nyepi dan asal usul dari kata tersebut.
Dikutip dari laman resmi Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), Hari Raya Nyepi merupakan salah satu hari suci bagi umat Hindu yang dirayakan pada penanggal apisan sasih kadasa sebagai bentuk penyambutan tahun baru Caka.
Hari Raya Nyepi tahun ini jatuh pada Minggu (14/3/2021).
Berbeda dengan perayaan hari raya lainnya yang dirayakan dengan meriah, pada Hari Raya Nyepi malah sebaliknya.
Baca juga: Ucapan Selamat Hari Raya Nyepi Saka 1943, Minggu 14 Maret 2021 dalam Bahasa Bali & Inggris
Baca juga: Kumpulan Ucapan Selamat Hari Raya Nyepi 1943, Minggu 14 Maret 2021 dalam Bahasa Inggris dan Bali
Tidak ada aktivitas seperti biasa dan seluruh kegiatan ditiadakan bahkan pelayanan umum.
Simak penjelasan apa itu Nyepi dan asal usulnya yang dikutip dari berbagai sumber.
Apa Itu Nyepi?
Nyepi berasal dari kata sepi yang artinya sunyi, senyap, lenggang dan tidak ada kegiatan.
Kembali dikutip dari laman PHDI, Nyepi adalah sebagai hari keheningan dan mendoakan, menyerukan terwujudnya kedamaian.
Hari Raya Nyepi, merupakan salah satu hari suci bagi umat Hindu yang dirayakan pada penanggal apisan sasih kadasa sebagai bentuk penyambutan tahun baru Caka.
Saat hari H, semua umat Hindu yang merayakan harus mematuhi empat brata penyepian yaitu amati geni (tiada berapi-api/tidak menggunakan dan atau menghidupkan api), amati karya (tidak bekerja), amati lelungan (tidak bepergian), dan amati lelanguan (tidak mendengarkan hiburan).
Jadi suasananya memang benar-benar sepi.
Sejarah Nyepi
Dikutip dari Kompas.com, Hari Raya Nyepi merupakan hari raya yang dilaksanakan sehari setelah Tileming Sasih Kesanga setiap tahunnya.
Sejarah mencatat India merupakan tempat berkembang dan lahirnya tahun saka.
Pada saat itu di India banyak terdapat suku-suku bangsa dan mereka saling bermusuhan karena ingin menguasai dan menjajah daerah lain.
Suku-suku bangsa tersebut seperti Saka (Scythia), Pahlawa (Parthia), Yueh-chi, Yawana dan Malawa.
Mereka berkeinginan saling menundukan satu sama lain dan silih berganti dapat menguasai.
Ketika Suku Saka mengalami masa jaya dan digdaya, mereka mampu menundukan suku-suku bangsa lainnya.
Suku bangsa Saka adalah suku bangsa pengembara yang terkenal dengan ramah dan riang dalam menghadapi tantangan hidup.
Suatu saat suku bangsa Saka terdesak oleh suku-suku lain.
Saat itu, suku bangsa Saka membuat strategi baru dari perjuangan politik dan militer menjadi kebudayaan.
Kebudayaan yang tinggi benar-benar memasyarakatkan dan diketahu oleh seluruh lapisan masyarakat.
Pada 78 masehi, seorang dari Dinasti Kusana bernama Raja Kaniska naik tahta.
Raja Kaniska merupakan raja yang bijaksana.
Pada hari Minma tanggal 21 Maret 79, Purnama Waisak kebetulan gerhana bulan menetapkan panchanga atau kalender sistem Saka.
Itu untuk mengenal kejayaan dari hari tahunan Saka dan merupakan tonggak sejarah yang mampu menutup permusuhan terjadi antara suku-suku.
Tahun Baru Saka bermakna sebagai hari kebangkitan, hari pembaharuan, hari kebersamaan (persatuan dan kesatuan), hari toleransi, hari kedamaian sekaligus hari kerukunan nasional.
Masuknya agama dan kebudayaan Hindu membawa perubahan yang sangat mendasar bagi bangsa Indonesia.
Bangsa Indonesia terkena pengaruhnya dan menerima Hari Raya Nyepi sebagai Tahun Baru Saka.
Umat Hindu merayakan Hari Raya Nyepi dengan tidak melaksanakan aktivitas duniawi apa pun.
Hidup tanpa aktivitas fisik, ini dimaksud adalah untuk memadamkan kobaran api indriya atau nafsu.
Suasana yang khas yaitu sepi atau sunyi, maka disebut sebagai Hari Raya Nyepi.
Rangkaian Upacara Hari Raya Nyepi
Berikut ini beberapa rangkaian upacara Hari raya Nyepi yang dikutip dari phdibanten.org:
1. Melasti
Melasti sering disebut dengan Melis atau Mekiis.
Upacara melasti ini dilakukan pada pengelong 13 sasih kesanga (tepatnya traodasa kresnapaksa sasih IX).
Pada upacara melasti ini dilakukan pensucian atau pembersihan segala sarana atau prasarana persembahyangan.
Alat-alat atau sarana persembahyangan yang dibersihkan antara lain adalah: pratima dan pralingga.
Sarana-sarana ini selanjutnya diusung ke tempat pembersihan seperti laut (pantai) atau sumber mata air lain yang dianggap suci, sesuai dengan keadaan tempat pelaksanaan upacara (desa, kala, patra).
Tujuan dari upacara melasti ini adalah untuk memohon tirtha amerta sebagai air pembersih dari Hyang Widhi.
2. Tawur Kesanga
Tawur kesanga jatuh sehari sebelum pelaksanaan Hari Raya Nyepi yaitu pada tilem kesanga.
Pada upacara tawur ini dilakukan persembahan kepada para bhuta berupa caru.
Caru ini dipesembahkan agar para bhuta tidak menurunkan sifat-sifatnya pada pelaksanaan Hari Raya Nyepi.
Hal ini juga bertujuan untuk menghilangkan unsur-unsur jahat dari diri manusia sehingga tidak mengikuti manusia pada tahun berikutnya.
Upacara tawur kesanga ini sering juga disebut dengan upacara pecaruan dan juga tergolong upacara bhuta yadnya.
3. Hari Nyepi
Hari raya nyepi dirayakan oleh umat dengan cara melakukan Catur Bratha Penyepian.
Catur bratha penyepian terdiri dari empat macam pantangan yaitu:
- Amati geni, tidak menyalakan api.
- Amati karya, tidak bekerja.
- Amati lelungaan, tidak bepergian. Makna mengistrahatkan badan.
- Amati lelanguan, tidak melakukan kegiatan hiburan.
Semua pantangan in dilakukan untuk mengekang hawa nafsu dan segala keinginan jahat sehingga dicapai suatu ketenangan atau kedamaian batin.
Dengan ini pikiran manusia bisa terintropeksi atas segala perbuatannya pada masa lalu dan pada saat yang sama memupuk perbuatan yang baik untuk tahun berikutnya.
Semua ini dilakukan selama satu hari penuh pada hari raya nyepi.
4. Ngembak Geni
Sehari setelah hari raya nyepi, semua aktivitas kembali berjalan seperti biasa.
Hari ini dimulai dengan persembahyangan dan pemanjatan doa kepada Hyang Widhi untuk kebaikan pada tahun yang baru.
Pada hari ngembak geni ini hendaknya umat saling bersilatuahmi dan memaafkan satu sama lain.
Hari raya nyepi pada hakekatnya adalah hari pengekangan hawa nafsu dan intropeksi diri atas segala perbuatan yang dilakukan pada masa lalu.
Pelaksanaan hari raya nyepi ini harus didasari dengan niat yang kuat, tulus dan ikhlas tanpa ada ambisi tertentu.
Pengekangan hawa nafsu untuk mencapai kebebasan batin memang suatu ikatan tetapi ikatan itu dilakukan dengan penuh keikhlasan.
(Tribunnews.com/Nadya) (Kompas.com/Ari Welianto)