News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kasus Djoko Tjandra

Djoko Tjandra Singgung Peran Eks Perdana Menteri Malaysia Najib Razak dalam Kasusnya

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Terdakwa Djoko Tjandra kasus surat palsu, menjalani sidang lanjutan dengan agenda tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jumat (4/12/2020). JPU menuntut Djoko Tjandra 2 tahun penjara terkait surat palsu. (Warta Kota/Angga Bhagya Nugraha)

Menurut jaksa, dalam persidangan terungkap fakta bahwa benar Djoko Tjandra memberi suap sebesar 500 ribu dolar AS kepada mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi 2 pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan Kejaksaan Agung, Pinangki Sirna Malasari. 

Suap itu diberikan Djoko Tjandra ke Pinangki melalui perantara Andi Irfan Jaya –yang merupakan rekan Pinangki– dengan maksud sebagai biaya pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) melalui Kejaksaan Agung.

Penerbitan fatwa MA itu bertujuan supaya Djoko Tjandra tidak bisa dieksekusi atas kasus korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali berdasarkan putusan PK Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009 yang menghukumnya 2 tahun penjara.

Selain itu, terungkap pula bahwa terjadi penyerahan uang kepada dua jenderal polisi guna pengurusan penghapusan red notice Djoko Tjandra.

Uang itu diberikan kepada mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri, Irjen Napoleon Bonaparte sebesar 200 ribu dolar AS dan 370 ribu dolar AS, serta eks Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri, Brigjen Prasetijo Utomo sebesar 100 ribu dolar AS.

Jaksa juga menyebut Djoko Tjandra terbukti terlibat pemufakatan jahat bersama Pinangki dan Andi Irfan Jaya dalam pengurusan fatwa MA. Mereka menjanjikan uang 10 juta dolar AS kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan MA.

Giring Opini

Djoko Tjandra juga menyebut dirinya jadi korban vonis opini perorangan atau opini publik, bahkan sebelum perkara dugaan suap penghapusan red notice ini bergulir di Pengadilan Tipikor Jakarta.

"Jauh sebelum perkara ini disidangkan, saya telah dijatuhi vonis oleh opini orang perorangan yang diklaim sebagai opini publik," kata Djoko Tjandra.

Ia mengaku banyak pihak yang tidak pernah ikut proses persidangan, tapi malah menghakimi dengan meminta majelis hakim menghukum berat bahkan seumur hidup.

Djoko Tjandra kemudian menanggapi bahwa opini tersebut hanya didasari pada nafsu belaka yang senang melihat orang lain menderita, dengan mengabaikan fakta - fakta yang terungkap dalam persidangan.

"Ada yang tidak pernah mengikuti persidangan ini dari hari ke hari, tetapi lewat apa yang disebut sebagai opini publik, meminta Majelis Hakim untuk menghukum saya seberat-seberatnya, bahkan menghukum saya seumur hidup," ucap dia.

"Apa dasarnya? Tidak lebih daripada prasangka dan nafsu untuk menghukum orang lain serta kesenangan melihat orang lain menderita," sambungnya.

Sambil mengutip kata - kata seorang wartawan dan penulis Amerika Serikat di abad 20, Henry Grantland Rice, Djoko Tjandra mengatakan mereka yang membuat keputusan sendiri adalah orang bijak, sedangkan orang bodo hanya mengikuti oponi yang berkembang di publik.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini