TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) melakukan pemantauan persidangan di pengadilan tindak pidana korupsi di Indonesia sepanjang 2020.
ICW menemukan pasal-pasal yang berkaitan dengan kerugian negara dan suap masih mendominasi surat dakwaan pada tahun 2020.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyebut ada 1095 perkara korupsi yang didakwa dalam konteks kerugian negara.
“Pasal-pasal yang berkaitan dengan kerugian negara dan suap masih mendominasi surat dakwaan pada tahun 2020,” ujar peneliti ICW dalam ‘Laporan Hasil Pemantauan Persidangan Perkara Korupsi Tahun 2020: Koruptor Merajalela, Hukuman Tak Kunjung Beri Efek Jera,’ Senin (22/3/2021).
Sementara 207 terdakwa dikenakan dakwaan tindak pidana suap.
“Ada 1095 perkara korupsi yang didakwa dalam konteks kerugian keuangan negara, selain dari itu untuk suap ada 207 terdakwa yang dikenakan dengan dakwaan tindak pidana suap,” jelasnya.
Baca juga: ICW: Terdakwa Kasus Korupsi Didominasi Perangkat Desa Sepanjang 2020
Selain itu ada juga dakwaan pencucian uang, penggelapan, gratifikasi, pemerasan, benturan kepentingan dan curang.
Hasil pemanuan ICW juga menemukan terjadi peningkatan jumlah perkara dan terdakwan kasus tindak pidana korupsi sepajang 2020.
Peningkatan sekitar dua ratusan perkara yang disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung di masa pandemi 2020 lalu.
Peneliti ICW menyebut 1.218 perkara disidangkan pada 2020, lebih tinggi dibanding 2019, yakni hanya 1.019 kasus.
Begitu pula dengan total terdakwa mengalami peningkatan dari 1.125 terdakwan pada 2019 naik menjadi 1.298 terdakwa.
“Di tahun 2019 perkaranya itu ada 1.019 dengan terdakwa 1.125, tetapi di tahun 2020 ada kenaikan sekitar 200 untuk perkara ada 1218 dan terdakwa ada 1298 dari seluruh Pengadilan Tipikor se-Indonesia,” ujarnya.
ICW mengapresiasi transformasi pengadilan selama pandemi Covid-19 ke persidangan elektronik. Sehingga tidak terjadi penundaan persidangan perkara tindak pidana korupsi di masa pandemi.
“Peningkatan jumlah perkara dan terdakwa di tahun 2020. Kita tahu di 2020 ada bencana non alam pandemi Covid-19, tetapi pengadilan cukup cepat untuk bisa bertransformasi ke persidangan elektronik. Tentu dalam hal mengapresiasi karena pengadilan tetap bisa menjalankan seluruh fungsi untuk bisa memeriksa menyidangkan dan memutus perkara perkara korupsi,” ucapnya.