Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menggelar sidang agenda putusan gugatan korban gagal bayar investasi reksa dana PT Emco Asset Management, dengan registrasi perkara nomor 78/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst, Senin (22/3/2021).
Dalam putusannya, majelis hakim mengetuk palu dengan menyatakan PT Emco Asset Management berada dalam keadaan pailit.
Atas keadaan pailit tersebut, hakim meminta pihak kurator atau pengawas untuk bekerja mengaudit keuangan Emco Asset Management.
Hasil audit tersebut yang nantinya akan dijadikan dasar berapa besaran uang pengganti yang harus dibayar Emco (debitur) ke pihak penggugat (kreditur).
"Menyatakan PT Emco Management berada dalam keadaan pailit dengan segala akibat hukumnya," kata hakim di persidangan.
Menanggapi putusan ini, kuasa hukum penggugat, Budiansyah menilai hakim sudah memberikan putusan yang adil.
Sebab putusan ini telah sesuai hasil voting yang dilakukan pada 3 Maret 2021 lalu, di mana pihak debitur yakni Emco Asset Management tak berhasil memperoleh kuorum 2/3 persen sebagaimana syarat Pasal 281 Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
"Hakim memberikan putusan yang cukup adil bagi kita, sesuai dengan hasil voting di tanggal 3 Maret kemarin. Jadi saya rasa saat ini kita berikan kesempatan bagi kurator untuk bekerja. Tetapi dari kami, kami tetap akan melakukan upaya hukum, baik pidana maupun lainnya," ucap Budiansyah usai persidangan.
Sementara itu, pihak kreditur sekaligus perwakilan penggugat, Christoper Martin menyebut akan berembuk untuk menentukan langkah berikutnya atas putusan hakim ini.
Meski menyatakan sebagian besar para nasabah menerima putusan hakim, namun dirinya akan tetap menempuh langkah hukum lainnya dengan menggunakan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jika tergugat tidak kunjung mengembalikan uang mereka.
"Jika uang tidak balik, tentu kami akan melakukan tindakan hukum, pidana dan lainnya karena kami merasa ditipu. Kami akan kenakan pasal-pasal yang ada di TPPU," terang dia.
Salah satu penggugat yang juga korban, Xie Sherly mengaku uangnya sebesar Rp 350 juta yang dikumpulkan selama puluhan tahun itu tak kunjung dikembalikan oleh Emco.
Sambil menahan tangisnya, ia berharap pemerintah bisa lebih memperhatikan orang-orang sepertinya yang jadi korban atas kelakuan para manager investasi.
Baca juga: Jaring Perilaku Investasi “New Normal”, BRI Jual SR014 Tiga Kali Lipat Target
Baca juga: Kemendagri Tingkatkan Iklim Investasi di Daerah dengan PTSP
"Mulai kumpulin dari puluhan tahun ngirit-ngirit, bagi orang lain mungkin nggak seberapa tapi bagi kami besar sekali nilainya. Kerugian saya Rp 350 juta. Kakak saya yang udah umur 70 tahun Rp 300 juta," tutur Sherly.
"Saya udah nggak bisa ngomong. Tidak ada respons positif dsn kooperatif. Kita mau kemana lagi (mengadu) gitu. Saya harap pemerintah lebih memperhatikan rakyat kecil seperti kami. Kita merasa terzolimi oleh kelakuan manager investasi ini," pungkasnya.
Dalam perkara ini investor Emco Asset Management mulanya menyetorkan sejumlah uang untuk membeli produk reksa dana.
Tapi hingga waktu yang ditetapkan, pihak Emco tak menepati pencairan dana serta imbal hasil sebagaimana yang dijanjikan.
Reksa dana Emco sendiri adalah reksa dana saham yang dijual dengan menjanjikan imbal hasil tetap antara 10-10,5 persen setahun dengan pilihan tenor tiga, enam, dan 12 bulan.
Produk reksa dana saham dari Emco, mengikuti pergerakan performa IHSG.
Namun melihat penurunan Nilai Aktiva Bersih (NAB) yang tidak wajar, investor kemudian menganggap ada hal janggal dalam pengelolaannya. Mengingat NAB turun melebihi dari indeks indikator, yaitu IHSG.
Pada Desember 2019 pihak Emco Asset Management sempat melarang investor untuk menjual unitnya.
Kemudian pada Januari 2020 investor sempat dibolehkan mencairkan unit penyertaannya di mana nilai investasi berkurang 70 - 80 persen. Tapi pencairan itu tak kunjung dibayar.
Pada Februari 2020 para nasabah menempuh upaya hukum dan mengadukan persoalan ini ke pihak OJK.
Beberapa investor juga melaporkan kasus gagal bayar reksa dana ini ke Bareskrim Polri pada Maret 2020.