Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan pandemi Covid-19 telah mengajarkan pelajaran berharga bahwa kemandirian dalam bidang kesehatan sangat esensial, terutama untuk meningkatkan derajat status kesehatan masyarakat.
Namun demikian, hingga kini Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan dalam mewujudkan kemandirian di bidang kesehatan, seperti keterbatasan sumber daya manusia, bahan obat-obatan, dan alat kesehatan.
"Kita masih menghadapi masalah sebaran tenaga kesehatan khususnya di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T)," kata Ma'ruf memberikan pidato kunci pada webinar dengan tema “Ketahanan dan Kemandirian Kesehatan Menuju Indonesia Emas 2045” melalui konferensi video, Kamis (25/03/2021).
Baca juga: Maruf Amin Tekankan Pentingnya Dukungan SDM Wujudkan Ketahanan dan Kemandirian Kesehatan Indonesia
Pun hingga kini, Ma'ruf mengatakan banyak puskesmas yang masih kekurangan dokter serta tenaga preventif dan promotif.
"Laporan Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019 menyebutkan jika 19,7 persen puskesmas masih kekurangan dokter, dan 65,6 persen puskesmas masih belum memiliki jumlah tenaga preventif dan promotif yang lengkap," paparnya.
Di samping masalah SDM, menurut Wapres, kemandirian bidang kesehatan juga tidak dapat dilepaskan dari ketersediaan obat dan vaksin esensial yang terjangkau dan berkualitas untuk seluruh penduduk.
Menurutnya, upaya mendorong kemandirian produksi obat khususnya obat generik sangat mendesak untuk dilakukan, karena hingga saat ini Indonesia masih bergantung pada bahan baku obat impor.
Baca juga: Maruf Amin: Penanggulangan TBC tidak Boleh Surut Sekalipun dalam Situasi Pandemi Covid-19
"Menurut data Kementerian Perindustrian, saat ini terdapat 178 perusahaan farmasi swasta nasional, 24 perusahaan multi-nasional dan 4 BUMN pada tahun 2019. Namun, 90 persen bahan baku obat-obatan masih diimpor dari luar negeri," ujarnya.
Sama seperti obat, menurut Ma'ruf, sekitar 94 persen alat kesehatan (alkes) yang beredar di Indonesia juga merupakan produk impor.
"Sampai saat ini alkes yang diproduksi di dalam negeri masih didominasi oleh produk-produk dasar dengan teknologi sederhana, dengan angka pertumbuhan industri alkes mencapai 12% setiap tahunnya," kata Wapres.
Selain itu, untuk mewujudkan kemandirian bidang kesehatan, Ma'ruf mengatakan bahwa Indonesia juga masih perlu meningkatkan kapasitas lembaga riset termasuk kapasitas surveilan genomik.
Menurutnya, beberapa lembaga riset seperti Eijkman, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes), Universitas Airlangga (Unair), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Sebelas Maret (UNS), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Universitas Islam Negeri (UIN), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Tanjungpura, dan Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) telah melakukan surveilan genomik di berbagai provinsi di Indonesia, namun kapasitasnya masih perlu ditingkatkan.
"Saya berharap kemampuan ini dan riset pengembangan alat-alat kesehatan serta obat-obatan terus ditingkatkan karena hal ini sangat vital bagi upaya kita membangun kemandirian kesehatan," pintanya.
Lebih jauh, Wapres menuturkan bahwa di samping meningkatkan derajat status kesehatan masyarakat, ketahanan dan kemandirian bidang kesehatan juga berimplikasi pada peningkatkan peran dan kontribusi Indonesia di tingkat regional maupun global.
Menurut Wapres, sejauh ini Indonesia telah terlibat aktif dalam beberapa kerja sama internasional di bidang kesehatan, seperti ASEAN Mutual Recognition Arrangement (MRA) pada profesi dokter, dokter gigi, dan perawat.
"Indonesia juga telah berperan aktif dalam upaya global menyediakan vaksin Covid-19 secara setara bagi semua negara melalui forum Covax/GAVI," ungkapnya.
Untuk itu, Ma'ruf berharap UI dapat membantu meningkatkan peran global Indonesia dengan mencetak tenaga kesehatan yang berdaya saing.
"Saya mendorong UI untuk mempelopori inovasi di sektor pendidikan kesehatan di Indonesia dan mendorong kolaborasi semua pihak terkait agar mampu meningkatkan daya saing tenaga kesehatan Indonesia," pungkasnya.