TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Uzbekistan dalam waktu dekat akan memproduksi film dokumenter terkait tokoh Muslim Imam Bukhari.
Di dalam film, akan ada adegan saat Presiden RI Soekarno berkunjung ke makam Imam Bukhari pada 1956 lalu.
Hal ini disampaikan Duta Besar (Dubes) Uzbekistan untuk Indonesia, Ulugbek Rozukulov, saat beraudiensi dengan Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto di kantor DPP PDIP, Kamis (1/4/2021).
Hasto didampingi Ahmad Basarah, Ketua DPP Bidang Luar Negeri dan Hanjaya, Direktur Hubungan Luar Negeri PDIP.
"Saya mewakili Pemerintah Uzbekistan dan pihak swasta yang akan memproduksi film itu meminta izin kepada Ibu Megawati Soekarnoputri terkait scene atau adegan Bung Karno, dan tokoh yang akan memerankan Bung Karno saat momen Bung Karno mengunjungi makam," kata Dubes Rozukulov didampingi Muzaffar Abduazimov, Second Secretary untuk Politik dan Ekonomi.
Baca juga: Tempati Posisi Teratas Survei Charta Politika, Sekjen Minta Kader PDIP Tidak Cepat Puas Diri
Baca juga: Lawan Paham Anti-Kemanusiaan, PDIP Gelorakan Indonesia Berkepribadian Dalam Kebudayaan
Dubes Rozukulov mengatakan Imam Bukhari merupakan tokoh ilmu pengetahuan yang revolusioner berasal dari Uzbekistan.
Dijelaskannya juga banyak scientist Islam yang terkenal di dunia memang berasal dari Uzbekistan.
Atas inisiasi ini, PDIP menyambut baik dan akan memberikan informasi-informasi perihal kunjungan Bung Karno saat itu.
"PDI Perjuangan menyambut baik rencana produksi film mengenai tokoh Muslim Imam Bukhari. Termasuk di dalamnya akan memuat adegan Bung Karno saat berkunjung ke makam Imam Bukhori pada 1956," kata Hasto.
Dalam kesempatan itu, Basarah memaparkan kaitan antara Bung Karno dan Islam.
Bahkan dibeberkannya, Bung Karno memiliki hubungan dekat dengan Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, dua organisasi Islam besar di Indonesia.
Basarah mengatakan memang layak peran Bung Karno ada di film dokumenter Imam Bukhari.
Sebab Bung Karno lah yang meminta agar makam Imam Bukhari ditemukan, dipugar dan kini menjadi objek wisata dunia.
"Bung Karno yang meminta dicari dan ditemukan sebagai syarat berkunjung ke Moscow saat diundang Pemerintah Uni Soviet pada 1956 lalu," papar Basarah.