TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dubes RI untuk China Djauhari Oratmangun meminta struktur ekspor produk elektronik dari Indonesia ke China dikaji.
Permintaan pengkajian itu ada setelah Djauhari mengetahui salah satu negara tetangga Indonesia mampu memiliki nilai ekspor sebesar 30 miliar USD hanya dari produk elektronik.
"Ekspor produk elektronik beberapa waktu lalu saya meminta supaya dikaji. Struktur ekspor kita dibandingkan dengan salah satu negara tetangga kita sangat kecil, tidak perlu saya sebut negaranya," ujar Djauhari dalam "Dialog Gerakan Ekspor Nasional: Target Ekspor Negara Sahabat" yang digelar Tribun Network, Selasa (6/4/2021).
Kata Djauhari, 28 miliar USD dari 30 miliar USD tersebut diperoleh negara tetangga Indonesia itu hanya dengan mengekspor produk elektronik berupa baterai.
Menurutnya ada yang salah bila Indonesia, sebagai salah satu produsen bijih nikel, hanya memiliki nilai ekspor sebesar 3 miliar USD.
"Struktur ekspor produk elektronik negara itu ke sini sekitar 30 miliar USD, sementara kita 3 miliar USD," kata dia.
Baca juga: Dubes Djauhari Oratmangun : Asosiasi Furniture dari China akan Kunjungi Indonesia untuk Investasi
"Dari 30 miliar USD itu baterei itu 28 miliar USD. Sementara kita? not even 2 miliar USD. Jadi ini yang salah, yet we are the one yang punya nikel," tutur Djauhari.
Atas dasar itu Djauhari mendorong agar produk bijih nikel tidak lagi diekspor dalam bentuk raw material.
Itu diperlukan agar nilai ekspor bijih nikel Indonesia tidak rendah.
"Karena itulah kita coba beralih misal dengan menarik investasi untuk smelter lalu proses produksinya menjadi baterei. Ada hal-hal lain yang juga kita coba cari," ujar Djauhari.