TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat intelijen dari Indonesia Intelligence Institute Ridlwan Habib berpendapat dalam konteks perang informasi saat ini kelompok Islam moderat tertinggal dengan kelompok-kelompok jihadi.
Ridlwan mengatakan hal itu terlihat berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh mahasiswa pascasarjana di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Riset tersebut, kata dia, mengungkapkan kebanyakan mahasiswa menyukai literatur-literatur yang terkait Hizbut Tahrir dan kelompok jihadis ketimbang literatur yang bersifat tarbiyah atau pembelajaran.
Baca juga: Nyanyian para Terduga Teroris: Buat Bom dari Uang Infaq, Incar Pom Bensin dan Pipa Gas Pengalengan
Selain itu, berdasadkan riset dari NU Online, kata dia, situs-situs jihadisme rangkingnya lebih tinggi dibandingkan dengn media-media yang dimiliki oleh kelompok Islam moderat.
Hal tersebut disampaikannya dalam Diskusi Online bertajuk Anak Muda dan Terorisme yang digelar Partai Solidaritas Indonesia pada Senin (5/4/2021).
"Kalau teman-teman NU online bikin riset, situs-situs jihadisme rangkingnya lebih tinggi daripada media-media yang dimiliki oleh teman-teman Islam moderat. Saya bisa menyebutkan, kita punya datanya. Sebenarnya datanya itu sensitif karena itu data intelijen.
Itu banyak link-link mereka yang narasinya adalah narasi-narasi jihad tetapi justru malah populer kliknya," kata Ridlwan.
Baca juga: Eksepsi Rizieq Shihab di Kasus Megamendung Juga Ditolak, Hakim Perintahkan JPU Periksa Saksi
Ia menggambarkan ketertinggalan tersebut seperti sebuah kegiatan di restoran.
Ibaratnya, kata dia, orang lapar yang masuk ke dalam restoran tidak menemukan menu moderasi beragama dari kelompok Islam moderat.
"Begitu dilihat menunya salafi jihadisme, tahriri, atau tarbiyah. Di situ tidak ada menu moderasi beragamanya Muhammadiyah, Islam tradisionalisnya NU. Jadi buku-buku yang keren, channel-channel Youtube yang keren itu malah di mereka," kata Ridlwan.
Ridlwan menilai hal tersebut merupakan satu di antara sejumlah faktor yang menyebabkan fenomena terorisme terus berulang hingha sekarang.
"Ini problem serius," kata dia.