Kendati demikian, data itu tidak melebihi ambang batas perubahan tekanan air laut yang biasanya digunakan untuk mengindikasikan adanya potensi tsunami.
Sehingga bisa disimpulkan bahwa gempa tersebut tidak berpotensi menimbulkan tsunami, sesuai dengan informasi yang disampaikan oleh BMKG.
Sementara itu pusat gempa Malang ini berada sekitar 27 km dari lokasi penempatan Buoy MLG.
Hammam pun menjelaskan bahwa sejauh ini pihaknya telah menempatkan 3 Buoy, tidak hanya di Malang, namun juga Banten dan Selatan Bali sebagai langkah serius dalam upaya mitigasi bencana.
"Hingga saat ini, BPPT telah menempatkan 3 Buoy yaitu di Perairan Selatan Malang, Perairan Selatan Provinsi Banten dan Perairan Selatan Bali," jelas Hammam.
Sedangkan pada tahun ini, rencananya lembaga kaji terap itu akan menempatkan 11 unit Buoy yang diproduksi di PT PAL sebagai bagian dari penguatan ekosistem inovasi.
Seluruh Buoy ini akan dipasang di lokasi perairan Indonesia, meliputi Selat Sunda, Gunung Anak Krakatau (GAK), Perairan Selatan Bali, Perairan Gunung Sitoli, Perairan Sebelah Selatan Cilacap, Perairan Bengkulu, Perairan Utara Papua dan Utara Sorong, Perairan Sangir Talaud, Maluku Utara, termasuk di Selatan Perairan Kabupaten Malang.
Alat deteksi tsunami Buoy ini pun nantinya akan dilengkapi pula dengan Kabel Bawah Laut atau Cable Based Tsunameter (CBT) yang ditempatkan di Labuan Bajo dan Rokatenda.
"Pada tahun 2021 ini, akan ditempatkan sebanyak 11 unit Buoy secara keseluruhan serta akan dilengkapi pula dengan 2 lokasi kabel bawah laut di Labuan Bajo dan Rokatenda. BPPT terus berburu inovasi untuk menerapkan teknologi dalam mitigasi bencana tsunami," papar Hammam.
Lokasi penempatan 11 Buoy ini merupakan bagian dari Program Pengembangan dan Penguatan Sistem Informasi Peringatan Dini Gempa dan Tsunami (InaTEWS) BPPT Tahun 2020-2024 sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2019.