News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

GMNI : PP 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan Produk Kemkumham yang Anti-Pancasila

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Imanuel Cahyadi dan Sujahri Somar terpilih sebagai ketua umum dan sekjen GMNI Periode 2019-2022.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Diterbitkannya PP Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan mengundang penolakan di banyak kalangan masyarakat.

Hal itu dikarenakan dihapuskannya Pancasila sebagai salah satu mata ajar wajib pendidikan. 

Salah satu yang  ikut menyuarakan penolakan tersebut adalah Ketua Umum DPP GMNI Imanuel Cahyadi.

Imanuel berupaya meluruskan tentang pentingnya Pancasila sebagai landasan filosofis berbangsa dan bernegara.

"Pancasila sebagai dasar negara, dasar filosofi negara, ideologi negara, dan cita hukum negara merupakan suatu haluan untuk mewujudkan tujuan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur melalui pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap Bangsa Indonesia.

Dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945," ujar Imanuel, kepada wartawan, Minggu (18/4/2021). 

Baca juga: Tak Wajibkan Pendidikan Pancasila, Bamsoet Minta PP Nomor 57 Tahun 2021 Direvisi

"Oleh karena itu Pancasila dapat berfungsi sebagai pedoman bagi penyelenggara negara dalam menyusun dan menetapkan perencanaan, pelaksanaan kebijakan pembangunan nasional, khususnya pendidikan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.

Pancasila dan penyelenggaraan pendidikan nasional tak bisa dipisahkan satu sama lain karena pancasila merupakan jiwa, dasar pikir, dan landasan gerak untuk penyelenggaraan pendidikan yang menciptakan manusia Indonesia yang beriman, bertaqwa, dan berakhlak; berkeprimanusiaan; menjunjung tinggi persatuan Indonesia; demokratis; dan berkeadilan sosial," imbuhnya.

Maka menurut Imanuel, proses pencerdasan kehidupan bangsa tidak mungkin dipisahkan dengan jiwa Pancasila sebagai kepribadian dan pedoman Bangsa dan Negara Indonesia.

Saat ini  penyelenggara negara, kata dia, justru harus menginsyafi bahwa Pancasila harus dijadikan pedoman dalam standar penyelenggaraan pendidikan nasional.

Apalagi ditengah masalah kebangsaan kekinian berupa ketimpangan sosial ekonomi, eksploitasi alam dan manusia, menguatnya kapitalisme global dan nasional, serta menguatnya fundamentalisme agama.

"Maka penting untuk menempatkan pancasila dalam konteks pendidikan sebagai dasar kepribadian bangsa untuk membentuk manusia Indonesia yang memiliki mental dan karakter yang berwatak Pancasila", terangnya.

Baca juga: HNW Sesalkan Raibnya Pancasila Dan Bahasa Indonesia dari Daftar Mata Kuliah Wajib

Imanuel mengingatkan, jika pendidikan Pancasila dihapus dari mata ajar wajib pendidikan nasional, justru akan melahirkan manusia Indonesia yang jauh dari tujuan pembangunan karakter bangsa.

"Jangan sampai justru penyelenggaraan pendidikan kita menciptakan manusia Indonesia yang kapitalistik, merusak alam, mengeksploitasi manusia yang sejatinya semakin jauh dari wujud keimanan terhadap Tuhan yang Mahaesa dan jauh dari perikemanusiaan serta jauh dari keadilan sosial", ungkapnya.

Oleh karena itu, berkaitan dengan telah diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan, maka Imanuel Cahyadi menyatakan GMNI mengambil enam sikap. 

Pertama, Pancasila merupakan mata kuliah wajib di pendidikan tinggi sesuai Pasal 35 ayat (3) huruf (b) dalam UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi namun justru dilikuidasi di dalam Pasal 40 ayat (3) PP No. 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Kedua, Ilmu pengetahuan dan teknologi berperan menjadi landasan dalam perencanaan pembangunan nasional di segala bidang kehidupan yang berpedoman  pada haluan ideologi  Pancasila sesuai Pasal 5 UU Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

Ketiga, Pendidikan Pancasila yang berisi landasan filosofis, historis, dan yuridis menjadi hal pokok untuk mencerdaskan kehidupan bangsa serta implementasinya dalam kebijakan pembangunan nasional di bidang politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, mental, spiritual, pertahanan dan keamanan yang berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi.

Baca juga: Nadiem: Ada Mispersepsi PP 57/2021 Tiadakan Matkul Pancasila dan Bahasa Indonesia

"Keempat, mendesak ditetapkannya pendidikan Pancasila di semua jenjang pendidikan baik formal maupun non-fomal sebagai jalan keluar dari krisis ideologi akut yang menjangkiti anak-anak bangsa.

Kelima, mendesak pemerintah mencabut PP No. 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan karena tidak memuat Pancasila dalam kurikulum pendidikan," jelasnya. 

"Terakhir, mendesak pemerintahan Joko Widodo - Ma'aruf Amin menghentikan segala kebijakan nasional yang bertentangan dengan dasar negara Pancasila dengan mencopot para menteri yang tidak memahami Pancasila sebagai dasar kebijakan pembangunan nasional," tambah dia. 

Lebih lanjut, Imanuel menilai salah satu menteri kabinet Jokowi - Ma'ruf Amin yang dianggap bertanggung jawab terhadap persoalan diatas adalah sosok Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.

"Jika diperhatikan, kementerian yang bertanggung jawab menerbitkan PP tersebut adalah Kementerian Hukum dan HAM yang dipimpin Yasonna Laoly.

Ditambah lagi, belum hilang dari ingatan publik bagaimana kasus Djoko Tjandra ikut menyeret nama Menteri Hukum dan HAM saat ini.

Untuk itu kami berharap agar Presiden Jokowi segera mengevaluasi kinerja menterinya yang dianggap dapat merusak citra pemerintahan Jokowi - Ma'ruf Sekaligus memperbaiki citra penegakan hukum di Indonesia," tandasnya.
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini