TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah memutuskan untuk menghentikan pemberian visa bagi orang asing yang pernah tinggal dan atau mengunjungi wilayah India dalam kurun waktu 14 hari.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, larangan bersifat sementara tersebut berlaku mulai 25 April 2021.
"Kebijakan mulai berlaku hari Minggu, 25 April 2021. Peraturan ini nanti sifatnya sementara dan akan terus dikaji ulang," ujarnya dalam acara "Media Gathering Perkembangan Ekonomi Terkini dan Kebijakan PC-PEN", Jumat (23/4/2021).
Baca juga: Dirjen Imigrasi Beberkan Kronologi 129 Warga India Bisa Masuk ke Indonesia
Baca juga: BREAKING NEWS: 12 dari 127 Warga India yang Tiba di Indonesia Positif Covid-19
Lantas bagaimana dengan Warga Negara Indonesia (WNI) dari India?
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam kesempatan yang sama menyatakan, WNI tetap diperbolehkan masuk dengan syarat tertentu.
Ia mengatakan, WNI yang tiba dari India berkewajiban mengikuti karantina selama 14 hari di hotel.
"Tugas kami di karantina adalah memastikan kalau yang kemudian tidak masuk karena visanya tidak diterbitkan, WNI tetap boleh masuk, tapi tolong mengerti kalau bapak Ibu pernah mengunjungi wilayah India dalam 14 Hari terakhir, bapak harus melakukan karantinanya 14 Hari," ungkap mantan waki menteri BUMN ini.
Selain itu, WNI juga wajib di tes PCR Covid-19 sebanyak dua kali dengan hasil negatif.
"Bapak ibu juga harus diambil PCR tesnya dua kali pada saat datang dan pada saat mau pergi," ucap BGS.
Kemudian, para WNI yang positif juga akan diambil sampel Genome Sequencing untuk mendeteksi adanya kemungkinan membawa varian corona baru.
"Bapak Ibu (yang positif) juga akan kita sample genom sequencinng nya untuk melihat virus yang Bapak Ibu kena itu apa supaya bisa tau," tutur Budi.
Dilarang ke Singapura dan Inggris
Sejumlah negara seperti Inggris dan Singapura menegaskan tidak akan mengizinkan masuknya pemegang visa jangka panjang dan jangka pendek dengan riwayat perjalanan baru ke India.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) negara itu mengatakan bahwa mereka sedang menyelidiki kasus virus corona (Covid-19) di asrama pekerja migran.
Ini dilakukan untuk memastikan terkait kemungkinan terjadinya kembali kasus positif.
Oleh karena itu, pemerintah negara itu mengkarantina lebih dari 1.100 penghuni fasilitas tersebut.
Perlu antisipasi
Epidemiolog Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengatakan, Indonesia perlu menyiapkan mitigasi sebagai antisipasi lonjakan kasus Covid-19 yang drastis seperti di India, selain penguatan fundamental yakni protokol kesehatan 3M dan 3T.
Indonesia diharapkan menyiapkan skenario terburuk, jika kondisi layaknya India terjadi di Indonesia.
"Harus ada pernyiapan skenario terburuk. Ini adalah mitigasi yang harus disiapkan, karena korban akan luar biasa dan terjadi dalam waktu yang singkat," ujarnya saat dihubungi Tribunnews.com, Kamis (22/4/2021).
Ia mengatakan, Indonesia saat ini memerlukan kesiapan dan kesigapan fasilitas maupun alat-alat kesehatan sebagai penunjang penanganan Covid-19.
"Karena keterbatasan alat kesehatan itu akan memperburuk situasi, ada kepanikan, meningkatkan kematian karena tidak sempat tertolong. Jadi harus diantisipasi dari awal," ungkap Dicky.
Sebelumnya ia menilai, faktor perilaku dan varian baru bermutasi ganda B1617 menjadi penyebab naik kasus di negeri Bollywood itu.
Euforia India yang optimis mengendalikan Covid-19, turut berkontribusi.
Klaim sepihak pemerintah tersebut membuat rasa aman semu di masyarakat yang kemudian didukung kebijakan pelonggaran protokol kesehatan.
Baca juga: 22 Pasien Covid-19 di India Tewas karena Oksigen Bocor, Rumah Sakit Dipenuhi Asap Putih
"Narasi dan optimisme berlebihan ini akan sangat berbahaya karena menimbulkan rasa aman semu. Rasa aman semua dan semua pihak abai dan terjadi pelonggaran," kata Dicky.
Selain itu, varian corona baru yang ditemukan di India yakni B1617 memiliki mutasi ganda.
Varian ini disebutkan Dicky sangat efektif merugikan dan mempercepat penularan di mana hasil riset dari Amerika B1617, 20 persen lebih menular dan 50 persen menurunkan anti body.
"Ini cukup signifikan menimbulkan perburukan situasi pandemi," ucapnya.
Ia mengatakan, potensi terjadi lonjakan kasus drastis juga mengintai Indonesia, jika semakin banyak, semakin sering, dan semakin lama semua pihak mengabaikan 3T dan 5M.
" Situasi ini jadi pelajaran penting dan harus segera direspon. Harus ada intervensi nyata bukan hanya vaksinasi, yang fundamental 3T dan 5m ini harus diperkuat," pesannya.