Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mengapresiasi lima point hasil konsensus para pemimpin Asia Tenggara (ASEAN) untuk mengakhiri kekerasan di Myanmar.
“Secara prinsipil ini sudah bagus dan patut diapresiasi,” ujar Rektor Universitas Jenderal A. Yani ini ketika dihubungi Tribunnews.com, Minggu (25/14/2021).
Pada point pertama, kekerasan harus segera dihentikan di Myanmar dan semua pihak harus menahan diri sepenuhnya.
Baca juga: Pemimpin Junta Militer Tak Keberatan Delegasi ASEAN ke Myanmar untuk Selesaikan Krisis
Menurut dia, pada point ini, realisasinya masih harus dilihat apakah masih jatuh korban sipil ke depannya, pasca-pertemuan pertemuan para pemimpin negara Asia Tenggara atau ASEAN Leaders' Meeting (ALM).
“Jika Jenderal Min Aung Hlaing turut menyetujui maka kita lihat ke depan apakah masih jatuh korban rakyat sipil. Karena kalau masih menjadi pertanyaan bagaimana upaya penghentiannya oleh ASEAN,” jelasnya.
Baca juga: Netizen Myanmar Kritik Konsensus KTT ASEAN, Sebut Tak Ada Pertanggungjawaban untuk Korban Tewas
“Kemudian apakah rakyat akan terus menyerang militer dengan peralatan seadanya tanpa merasa perlu mengindahkan konsensus ini? Apakah militer tidak boleh melakukan pembalasan? Ini karena rakyat Myanmar bisa jadi tdk merasa diikutkan dalam pembuatan Five Consensus ini,” ucapnya.
Poin kedua, ASEAN juga meminta dimulainya dialog konstruktif antara semua pihak yang berkepentingan untuk mencari solusi damai demi kepentingan rakyat Myanmar.
Untuk poin kedua, dia menilai, itu masih tidak kongkrit karena tidak jelas siapa yang akan memulai constructive dialogue mengingat kedua pihak yang bertikai saling menutup untuk dialog.
Baca juga: KTT ASEAN di Jakarta Dijaga Ketat Pasukan TNI dan Polri
Ketiga, ASEAN sepakat adanya utusan khusus untuk memfasilitasi dialog tersebut dengan bantuan sekretaris jenderal ASEAN.
“Untuk poin tiga, maka Ketua ASEAN harus segera menunjuk Special Envoy dalam waktu segera. Karena Special Envoy ini akan berperan sebagai mediator antar dua pihak yang bertikai,” jelasnya.
Keempat, ASEAN sepakat untuk menyediakan bantuan kemanusiaan ke Myanmar.
Untuk nomor empat, menurut dia, perlu diatur mekanisme AHA Center masuk ke Myanmar dan mereka harus mendapat perlindungan dan terjaga keselamatannya.
Kelima, utusan khusus dan delegasi akan berkunjung ke Myanmar untuk bertemu dengan semua pihak yang berkepentingan.
“Untuk poin lima sudah bagus karena Special Envoy sebagai mediator harus hadir ke Myanmar dan bertemu dengan pihak-pihak yang bertikai,” jelasnya.
Baca juga: Penantian Berda Dihubungi Suaminya Awak KRI Nanggala yang Tak Kunjung Terjadi