Langkah tersebut, kata dia, hanya akan memperkuat stigma yang menyakiti perasaan orang Papua sekaligus menunjukan kegagapan dan kebuntuan ide pemerintah dalam upaya penyelesaian konflik.
Alih-alih menghentikan kekerasan seperti yang diminta dan dibutuhkan oleh masyarakat Papua, kata Gufron, pemerintah justru terus mencari jalan pintas dengan melegitimasi kekerasan yang selama ini dilakukan.
Baca juga: PP PMKRI : Pemerintah Perlu Kaji Ulang Sebut KKB di Papua sebagai Kelompok Teroris, Ini Alasannya
Padahal, menurutnya penetapan KKB sebagai organisasi teroris akan berujung pada meningkatnya eskalasi kekerasan yang bermuara pada instabilitas kondisi keamanan dan maraknya pelanggaran HAM di Papua, serta merumitkan penyelesaian konflik secara damai.
Lebih dari itu, lanjut Gufron, penetapan KKB sebagai teroris sama sekali tidak menyentuh masalah pokok yang selama ini terjadi di Papua.
"Penetapan tersebut hanya akan semakin melegitimasi pendekatan keamanan yang militeristik terhadap konflik Papua," kata dia.
Gufron mengatakan berbagai studi menyebutkan bahwa masalah Papua bukanlah masalah keamanan semata, dan karenanya membutuhkan pendekatan yang komprehensif.
Berdasarkan penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), kata Gufron, setidaknya terdapat empat sumber konflik Papua.
Pertama sejarah integrasi, status dan integritas politik
Kedua, kekerasan politik dan pelanggaran HAM.
Ketiga, kegagalan pembangunan.
Keempat, marjinalisasi orang Papua dan inkonsistensi kebijakan otonomi khusus.
"Tanpa dibarengi dengan upaya yang sifatnya komprehensif untuk menyelesaikan keempat sumber konflik tersebut, upaya penyelesaian konflik Papua tidak akan tuntas dan gejolak sosial-politik seperti sekarang berpotensi terus berulang di masa datang," kata Gufron.