Laporan Wartawan Tribunnews.com, Shella Latifa
TRIBUNNEWS.COM, SOLO - Beberapa waktu lalu, sempat ramai diperbincangkan soal sistem persidangan yang diadakan secara online.
Sidang online ini menjadi isu terhangat, sebab salah satu persidangan perkara Habib Rizieq Shihab (HRS) menerapkan sistem tersebut.
Pakar hukum pidana sekaligus advokat Muhammad Taufik menilai sistem persidangan online sangatlah merugikan terdakwa di muka pengadilan.
Disebutkannya, sidang online juga menghilangkan sifat persidangan yang terbuka.
Baca juga: Anggota DPR Dukung KY Awasi Sidang Penipuan Depemta Tjongianto
Hal tersebut, kata Taufik, bertentangan dengan pasal 185 dan 196 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
"Menurut saya, sidang online itu sangat merugikan terdakwa. Yang kedua, menghilangkan sifat persidangan terbuka," kata Taufik saat ditemui Tribunnews, Kamis (29/4/2021).
Ketentuan persidangan online diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 4 Tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan Secara Elektronik.
Taufik mengatakan, kedudukan hukum PERMA itu berada di bawah KUHAP.
Baca juga: Apa Itu Surat Wasiat, Seberapa Pentingkah Dibuat Pewaris sebelum Meninggal Dunia? Ini Kata Advokat
Sehingga, persidangan online hanyalah sebuah pilihan, bukan kewajiban.
Seorang pengacara boleh saja menolak persidangan digelar secara online.
"(PERMA) lebih di bawah KUHAP. KUHAP itu kan mengatur pasal 196, sidang dimulai dengan cara sidang menghadirkan terdakwa di depan ruang sidang."
"Kemudian diatur lagi, pasal 185 KUHAP kterangan yang paling kuat adalah keterangan saksi atau terdakwa yang disampaikan di depan sidang," jelas Presiden Asosiasi Ahli Pidana Indonesia (AAPI) itu.
Baca juga: Jalani Sidang Pengujian, Advokat Inginkan MK Kabulkan Pembatalan Penjelasan Pasal 4 UU Pornografi
Taufik menuturkan, persidangan online boleh digelar selama mendapatkan kesepakatan dari berbagai pihak, baik jaksa hingga terdakwa.
"Jadi itu kesepakatan, bukan kehendaknya hakim dan enggak wajib juga," tambahnya.
Ahli hukum pidana itu menjelaskan, sidang secara online boleh saja digelar sesuai kondisi dan kasus, seperti perkara perdata.
Lanjut Taufik, persidangan perkara perdata itu bersifat pasif. Jadi, bisa digelar secara online.
Baca juga: Bagaimana Cara Pembagian Warisan jika Pewaris Menikah Lagi? Berikut Penjelasan Advokat
Beda halnya dengan kasus pidana, yang menurutnya, seorang terdakwa, saksi hingga ahli harus dihadirkan dalam muka persidangan.
Ia mencontohkan, kasus tindak pidana korupsi, yang tak mungkin dilaksanakan secara online karena banyaknya alat bukti.
"Ketika meminta keterangan saksi, keterangan ahli harus offline."
"Karena, hakim sendiri tidak mengikuti peristiwa, ketika dia menilai di depan sidang, dia menggunakan kemampuan meta yuridis," jelas Taufik.
(Tribunnews.com/Shella)